Minggu, 5 Oktober 2025

Lingkungan Rusak, Reklamasi Mangkrak: DPR Panggil Tambang Batubara di Jambi

Komisi XII DPR juga mencatat adanya perusahaan yang sudah menghentikan kegiatan produksi sejak 2024, namun belum menjalankan kewajiban reklamasi tamba

Penulis: Reza Deni
dok.
Aktivitas tambang batu bara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi XII DPR RI menyoroti dampak lingkungan serius yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang batubara di Provinsi Jambi. Dalam kunjungan kerja reses Masa Sidang III Tahun 2024–2025, para legislator menemukan sejumlah pelanggaran reklamasi dan ketidakpatuhan perusahaan terhadap kewajiban lingkungan hidup.

Salah satu perusahaan yang disorot adalah KBPC Group.

Anggota Komisi XII dari Dapil Jambi, Cek Endra, menyebut KBPC dan beberapa perusahaan lain akan dipanggil secara resmi pada 23 Juli 2025 untuk menjelaskan izin usaha pertambangan (IUP), pelaksanaan rencana kerja anggaran biaya (RKAB), serta progres reklamasi dan reboisasi.

“Mereka akan diminta menjelaskan legalitas izin, pelaksanaan RKAB, serta progres reklamasi dan reboisasi lahan bekas tambang,” kata Cek Endra, Rabu (25/6/2025).

Terkait legalitas, izin KBPC disebut sedang dalam masa transisi dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Meski begitu, Cek Endra menegaskan bahwa langkah pemanggilan ini bagian dari upaya pembinaan sekaligus evaluasi serius terhadap ketaatan korporasi terhadap UU Lingkungan Hidup.

"Jika diperlukan, kita akan libatkan Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, bahkan Kejaksaan Agung untuk langkah penindakan hukum," tegasnya.

Baca juga: Muzani Peringatkan Menteri Jangan Bebani Prabowo!

Dalam rapat kunjungan kerja Komisi XII yang digelar di Swiss-Belhotel Jambi pada 20 Juni 2025 lalu, para anggota dewan menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap rendahnya transparansi perusahaan tambang, terutama dalam pelaporan progres reklamasi.

Ketua Tim Kunker Bambang Patijaya memimpin rapat yang dihadiri 18 anggota DPR RI, termasuk legislator asal Jambi: Syarif Fasha, Cek Endra, dan Rocky Candra.

Politisi NasDem, Syarif Fasha, menekankan pentingnya perusahaan tambang mematuhi ketentuan IUP dan reklamasi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan.

“Kami minta perusahaan menjelaskan status IUP, RKAB, dan pelaksanaan reklamasi serta reboisasi. Ini penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menjawab keresahan masyarakat,” ujar Fasha.

Baca juga: Polri Segera Umumkan Hasil Penyelidikan Tambang Nikel di Raja Ampat

Komisi XII DPR juga mencatat adanya perusahaan yang sudah menghentikan kegiatan produksi sejak 2024, namun belum menjalankan kewajiban reklamasi tambang.

Kasus reklamasi di Koto Boyo, Batanghari, turut disorot karena dianggap memicu keresahan warga.

“Banyak perusahaan sudah eksplorasi bertahun-tahun, tapi tak juga melakukan reklamasi. Kita buka saja, biar masyarakat tahu siapa yang lalai,” ungkap Cek Endra.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved