Korupsi KTP Elektronik
Siapa Paulus Tannos? Bongkar Profil dan Jejak Buronan Kasus e-KTP
Profil dan jejak Paulus Tannos, buronan e-KTP yang ditangkap di Singapura dan siap diekstradisi ke Indonesia usai permohonannya ditolak.
Nama Buronan e-KTP Kembali Jadi Sorotan Publik
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Nama Paulus Tannos kembali mencuat di tengah upaya pemerintah Indonesia memburu para pelaku korupsi kelas kakap yang kabur ke luar negeri.
Buronan kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) senilai Rp5,9 triliun ini akhirnya tak bisa lagi berlindung di balik sistem hukum negara lain.
Keputusan pengadilan Singapura yang menolak permohonan penangguhan penahanannya menjadi titik balik penting.
Paulus kini berada dalam proses ekstradisi resmi dan akan segera dipulangkan ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Langkah ini tidak hanya memperkuat kerja sama hukum antara Indonesia dan Singapura, tetapi juga menandai babak baru dalam perang terhadap korupsi lintas negara.
Baca juga: Paulus Tannos Gagal Bebas, Menkum: Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan
Direktur PT Sandipala dan Bancakan Triliunan Rupiah
Paulus Tannos, yang memiliki nama asli Thian Po Tjhin, dikenal sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
Perusahaan ini tergabung dalam Konsorsium PNRI, pelaksana proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang digagas Kementerian Dalam Negeri.
Dalam proyek senilai Rp5,9 triliun itu, perusahaan milik Paulus Tannos disebut menjadi salah satu pihak yang paling banyak mendapatkan keuntungan.
Menurut kesaksian Fajri Agus Setiawan, Asisten Manajer PT Sandipala, perusahaan meraup laba bersih hingga Rp145,8 miliar.
Nilai ini melebihi keuntungan perusahaan lain yang ikut mengerjakan proyek e-KTP.
Baca juga: Buronan KPK Paulus Tannos Ogah Balik ke RI secara Sukarela, Minta Penangguhan Penahanan ke Singapura
Ditetapkan Jadi DPO, Tannos Menghilang Sejak 2021
Paulus Tannos resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2019, tetapi keberadaannya sulit dilacak.
Namanya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 22 Agustus 2022, namun ia sudah lebih dahulu meninggalkan Indonesia sejak 2021, menjadikannya buronan internasional.
Dugaan keterlibatannya dalam pengaturan proyek terungkap dalam sidang-sidang sebelumnya.
Tannos disebut melakukan kongkalikong dengan sejumlah tokoh penting seperti Andi Agustinus (Andi Narogong), Johanes Marliem, dan Isnu Edhi Wijaya.
Mereka disinyalir menyepakati pembagian fee sebesar 5 persen, termasuk untuk sejumlah anggota DPR RI dan pejabat Kemendagri.

Ditangkap CPIB Singapura, Tannos Ajukan Gugatan Hukum
Upaya pengejaran terhadap Paulus Tannos akhirnya membuahkan hasil pada 17 Januari 2025, saat ia berhasil ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
CPIB adalah lembaga antikorupsi resmi yang memiliki wewenang menangani kasus korupsi di Negeri Singa.
Namun, tak lama setelah penangkapan, Tannos mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke pengadilan. Ia juga disebut mencoba mencari celah hukum agar bisa menghindari ekstradisi ke Indonesia.
Pengadilan Singapura Menolak: Ekstradisi Segera Berjalan
Pada Selasa, 17 Juni 2025, pengadilan Singapura resmi menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh Tannos.
Penolakan ini disampaikan langsung oleh Attorney-General’s Chambers (AGC) Singapura kepada Pemerintah Indonesia.
Menteri Hukum dan HAM RI, Supratman Andi Agtas, menyebut keputusan itu sebagai bentuk nyata komitmen Singapura terhadap kerja sama hukum dengan Indonesia.
“Informasi dari otoritas resmi Singapura ini mempercepat proses pengadilan dan ekstradisi Paulus Tannos. Ini langkah awal yang penting dalam penegakan hukum lintas negara,” ujar Supratman.
Baca juga: DPR Kecam Buron Kasus e-KTP Paulus Tannos Ogah Balik ke Indonesia: Ini Pelecehan Kedaulatan Hukum
KPK: Ini Momentum Penting dalam Perang Melawan Korupsi
KPK menyambut baik keputusan pengadilan tersebut.
“KPK berharap proses ekstradisi DPO PT berjalan lancar dan menjadi preseden baik kerja sama kedua pihak, Indonesia-Singapura, dalam pemberantasan korupsi,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Ia juga memastikan bahwa KPK telah berkoordinasi intens dengan Kementerian Hukum dan KBRI Singapuraguna melengkapi dokumen ekstradisi yang dibutuhkan.
Sidang Ekstradisi Digelar Akhir Juni 2025
Menurut penjelasan dari pemerintah, pelaksanaan committal hearing atau sidang ekstradisi terhadap Paulus Tannos akan digelar pada 23–25 Juni 2025.
Sidang ini akan menentukan apakah Tannos bisa dipulangkan ke Indonesia sesuai perjanjian ekstradisi yang telah disepakati oleh kedua negara.
Dirjen AHU Kemenkumham, Widodo, mengatakan bahwa pemerintah telah mengajukan permohonan ekstradisi pada 20 Februari 2025, dan mengirimkan tambahan dokumen pada 23 April 2025 melalui jalur diplomatik.
“Kita tidak bisa mengintervensi hukum Singapura, tapi kita terus memberikan dukungan terhadap kelancaran proses ekstradisi ini,” ujarnya.
Baca juga: Buronan KPK Paulus Tannos Ogah Balik ke RI secara Sukarela, Minta Penangguhan Penahanan ke Singapura
Ujian Komitmen dan Penantian Publik
Kasus ekstradisi Paulus Tannos menjadi ujian konkret komitmen dua negara dalam pemberantasan korupsi lintas batas.
Ini juga merupakan ekstradisi pertama yang berjalan setelah perjanjian ekstradisi Indonesia–Singapura secara resmi ditandatangani.
Di tengah kemajuan ini, masyarakat Indonesia menanti hasil akhir dari proses hukum ini.
Akankah Paulus Tannos akhirnya kembali ke Tanah Air, dan menjalani proses hukum sesuai perbuatannya?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.