Korupsi KTP Elektronik
DPR Kecam Buron Kasus e-KTP Paulus Tannos Ogah Balik ke Indonesia: Ini Pelecehan Kedaulatan Hukum
Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion, mengecam tindakan buronan kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, yang menolak kembali ke Indonesia .
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XIII DPR RI, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion, mengecam tindakan buronan kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, yang menolak kembali ke Indonesia usai ditangkap otoritas Singapura pada Januari 2025.
Mafirion menilai, tindakan tersebut bukan sekadar bentuk penghindaran hukum, melainkan pelecehan terhadap kedaulatan negara.
"Kami mengecam tindakan penghindaran hukum tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Ini namanya pelecehan terhadap kedaulatan hukum negara. Kami minta negara tidak tinggal diam dan bahkan kalah dengan buronan yang sudah merugikan negara. Negara harus hadir untuk membuktikan bahwa penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia dapat ditegakkan seadil-adilnya," kata Mafirion dalam siaran persnya, Senin (2/5/2025).
Menurutnya, penyelesaian kasus Paulus bukan sekedar soal hukum, melainkan terkait wibawa bangsa Indonesia.
“Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan kita sebagai bangsa berdaulat,” ujar Mafirion.
Baca juga: Buronan KPK Paulus Tannos Ogah Balik ke RI secara Sukarela, Minta Penangguhan Penahanan ke Singapura
Paulus Tannos merupakan tersangka kasus korupsi e-KTP dan menjadi buron KPK sejak 2021.
Paulus ditangkap di Singapura pada Januari 2025 oleh otoritas Singapura atas permintaan pemerintah Indonesia.
Kini, Paulus melakukan perlawanan agar tidak diekstradisi ke Indonesia dan menolak pulang ke Indonesia.
Mafirion meminta pemerintah khususnya Kementerian Hukum harus mengawal proses ekstradisi secara agresif dan strategis dan memastikan semua dokumen hukum disiapkan secara rapi dan meyakinkan.
Baca juga: Apa itu Affidavit, Dokumen Tambahan yang Diminta Singapura terkait Ekstradisi Paulus Tannos?
“Pemerintah harus berkoordinasi erat dengan otoritas Singapura, termasuk melalui jalur diplomatik dah hukum untuk menghadapi permohonan penangguhan yang diajukan Paulus Tannos,” ungkapnya.
Dia juga meminta perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang telah disahkan untuk dimaksimalkan sebagai bentuk komitmen bersama dalam melawan kejahatan lintas negara.
Mafirion juga meminta Kementerian Hukum untuk melakukan koordinasi antar lembaga terutama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk membekukan paspor Paulus dan mencabut seluruh akses dokumen keimigrasian yang berpotensi digunakan untuk melarikan diri.
“Kasus ini jadi batu ujian tidak hanya untuk KPK, tapi juga seluruh sistem penegakan hukum. Keberhasilan membawa pulang Paulus akan menunjukkan Indonesia serius dalam memerangi korupsi tanpa kompromi," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Paulus Tannos enggan pulang ke Indonesia secara sukarela.
Buron kasus korupsi e-KTP itu melawan proses ekstradisi dengan cara meminta penangguhan penahanan kepada pihak Singapura, negara tempat Tannos ditangkap.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.