Minggu, 5 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Di Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli Bahasa UI Ditanya Jaksa soal Percakapan di WhatsApp

Ahli Bahasa dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang dihadirkan dalam sidang Hasto Kristiyanto.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
SIDANG HASTO: Ahli Bahasa dari Fakuktas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Frans Asisi Datang saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025). 

"Misalnya bahasa politik, ketika seorang menteri berbicara misalnya akan diamankan, itu bukan berarti harafiah, seperti kata aman, bisa berarti akan diteruskan atau akan dihentikan," lanjutnya.

Lebih jauh, kata Frans, bahasa politik disebutnya juga penuh dengan makna konotatif.

Maka itu perlu dipahami secara politik, dimana setiap penggunaan bahasa perlu dipahami konteksnya.

Kemudian, jaksa menanyakan terkait dengan konteks tersebut telah dipahami kedua pihak atau belum. 

Frans menjawab jika konteks pasti telah dipahami keduanya.

"Pendapat ahli untuk konteks komunikasi dengan tadi basic keilmuan, jabatan dan sebagainya, apakah kedua belah pihak ini komunikasi pasti tahu konteks apa yang dikomunikasikan dalam percakapan itu? Tolong dijelaskan," tanya jaksa.

"Betul sekali. Jadi dalam konteks antara dua pembicara atau lebih di dalam sebuah WA misalnya percakapan WA atau percakapan langsung pun, orang bisa menggunakan kata-kata yang sudah dipahami oleh keduanya atau orang satu kelompok itu," jelas Frans.

"Jadi konteksnya itu mereka pasti sudah paham. Tidak mungkin tiba-tiba membicarakan sesuatu jadi tanpa konteks. Kalau seperti itu pasti dari satu pihak mengatakan, 'ini dalam hal apa? Ini kaitannya apa? Ini maksudnya apa?' Kalau pertanyaan seperti itu berarti yang satu pihak mendengar misalnya atau lawan bicaranya itu belum masuk di dalam konteks. Tapi kalau dia katakan 'oke, oh iya setuju, mantap', atau apalah, itu berarti dia sama konteksnya dengan si pembicara itu," sambungnya.

Kasus Hasto Kristiyanto

Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved