Jimly Asshiddiqie: Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Diakibatkan Hawa Nafsu Peserta Pemilu
Mantan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, menyoroti akar masalah dari banyaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, menyoroti akar masalah dari banyaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu.
Menurutnya, pelanggaran tersebut kerap kali terjadi bukan karena inisiatif penyelenggara sendiri.
Melainkan dipicu hawa nafsu peserta pemilu yang ingin menang dengan segala cara.
"Dalam setiap hampir semua kasus, pelanggaran etika dari si penyelenggara ini gara-gara hawa nafsunya peserta. Jadi trigger point-nya itu di peserta," ujar Jimly dalam diskusi daring yang digelar DKPP, Rabu (11/6/2025).
Jimly menilai peserta pemilu sering menjadi aktor utama yang mendorong penyelenggara untuk menyimpang dari prinsip etik.
Baca juga: Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP
Ia menyebut tekanan dari peserta untuk memenangkan kontestasi membuat integritas penyelenggara terganggu.
"Tidak adil kalau penyelenggara diberi sanksi, pesertanya dibiarkan saja," tegasnya.
Karena itu, Jimly mendorong agar kewenangan DKPP diperluas untuk juga mengawasi dan menindak pelanggaran etik oleh peserta pemilu, bukan hanya penyelenggara.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Permintaan DKPP agar Punya Sekjen Sendiri
Ia bahkan mengusulkan perubahan kepanjangan nama lembaga tersebut, dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu.
"Idealnya ini harus resmi masuk jadi public policy di undang-undang," ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menegaskan pentingnya membedakan antara penanganan etik dan penanganan hukum.
Jika sanksi hukum bersifat membalas kesalahan (retributif), maka sanksi etik bersifat memulihkan martabat dan kepercayaan publik.
Ia mengakui usulan perluasan wewenang ini mungkin menuai kontroversi, tapi yakin publik akan menerima jika tujuannya adalah menjaga integritas pemilu secara menyeluruh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.