Mahkamah Konstitusi Tolak Permintaan DKPP agar Punya Sekjen Sendiri
MK menolak gugatan uji materi yang diajukan oleh empat mantan komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh empat mantan komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dalam putusan Perkara Nomor 34/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan permohonan para pemohon ditolak seluruhnya.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, MK menegaskan permintaan agar DKPP memiliki sekretariat jenderal bukan ranah Mahkamah.
“Keinginan para Pemohon agar ‘Sekretariat DKPP’ ditafsirkan dimaknai menjadi ‘Sekretariat Jenderal DKPP’, sama halnya dengan memaksa Mahkamah melakukan analisis tentang ruang lingkup kewenangan kelembagaan dan jabatan-jabatan yang melekat terkait dengan sekretariat jenderal DKPP,” tegas Ridwan.
“Padahal, sesungguhnya hal tersebut bukanlah menjadi kewenangan Mahkamah untuk menentukan desain dan struktur kelembagaan suatu lembaga. Dengan kata lain, menegaskan bahwa Sekretariat DKPP ditingkatkan menjadi Sekretariat Jenderal DKPP bukan menjadi kewenangan Mahkamah,” sambungnya.
Artinya, hingga saat ini, berkenaan dengan pemaknaan untuk mengubah atau menafsirkan sekretariat menjadi sekretariat jenderal atau sekretaris menjadi sekretaris jenderal, Mahkamah belum memiliki alasan untuk bergeser dari pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XVIII/2020.
Empat pemohon, yakni Muhammad, Nur Hidayat Sardini, Ferry Fathurokhman, dan Firdaus, menilai terdapat ketimpangan antara DKPP dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka menyoroti ketiadaan sekretariat jenderal dan keterikatan administratif DKPP kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai hambatan kemandirian lembaga.
Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum Pemohon, Sandy Yudha Pratama Hulu, menyatakan bahwa permohonan ini bukan perkara yang sama (nebis in idem) dengan gugatan sebelumnya karena saat itu belum diperiksa pokok perkaranya.
“Perkara ini pernah diajukan pada diajukan di (Perkara) Nomor 167/PUU-XXII/2024 namun tidak dapat diterima artinya pokok perkara belum diperiksa MK. Selain itu, para Pemohon juga mendalilkan secara legal standing para Pemohon memiliki kedudukan hukum berbeda dibanding perkara sebelumnya,” tegasnya.
Para pemohon menyatakan bahwa Pasal 162 dan 163 UU Pemilu menimbulkan ketergantungan DKPP pada pemerintah, terutama dalam pengangkatan Sekretaris DKPP dan pengelolaan anggaran. Mereka menilai hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan (5) UUD 1945 yang menegaskan independensi lembaga penyelenggara pemilu.
Muhammad sebagai Pemohon I, yang merupakan mantan Ketua DKPP, membeberkan pengalaman tahun 2021 saat DKPP telah melakukan seleksi calon Sekretaris DKPP dan mengusulkan Dini Yamashita kepada Menteri Dalam Negeri. Namun hasil seleksi itu tidak diindahkan.
Ia menuturkan, Mendagri justru menetapkan Yudia Ramli sebagai Sekretaris DKPP melalui Keputusan Mendagri No. 821.2-4913 Tahun 2021, tanpa mempertimbangkan hasil seleksi DKPP. Keputusan tersebut diambil sepihak dan minim pelibatan DKPP, meskipun bertentangan dengan hasil Rapat Pleno.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan Pasal 162 UU Pemilu inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai bahwa “untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP, dibentuk Sekretariat Jenderal DKPP”.
Sementara itu, terhadap Pasal 163 ayat (2), mereka meminta frasa “jabatan pimpinan tinggi pratama” diganti menjadi “jabatan pimpinan tinggi madya”. Pemohon juga meminta pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris DKPP dilakukan oleh Presiden atas usul DKPP, bukan oleh Mendagri sebagaimana diatur dalam Pasal 163 ayat (3).
Namun seluruh permohonan tersebut akhirnya ditolak MK secara menyeluruh.
Warga Merauke Ungkap Dampak PSN Food Estate di MK: TNI Bersenjata Hadir, Air Tak Bisa Diminum |
![]() |
---|
Putri Gus Dur dan Aktivis HAM Fatia Masuk Jajaran Nama Pemohon Uji UU TNI yang Ditolak MK |
![]() |
---|
Aktivis yang Terobos Rapat RUU TNI di Fairmont Tak Terima MK Sebut DPR Tak Langgar Aturan |
![]() |
---|
KPK Kaji Aturan Larangan Rangkap Jabatan Bagi Wakil Menteri |
![]() |
---|
Berdampak pada Pelaksanaan Pemilu, HNW Tekankan Pentingnya Kajian Serius Putusan MK 135 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.