Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemilu 2024

Jimly Asshiddiqie Dukung Perluas Kewenangan DKPP: Tangani Etik Peserta Pemilu

Jimly Asshiddiqie dukung perluasan kewenangan DKPP tak hanya menangani pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu tapi juga peserta pemilu.

TRIBUNNEWS.COM/Rahmat W. Nugraha
PERLUASAN KEWENANGAN DKPP - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie di Masjid Al Azhar. Jimly Asshiddiqie dukung perluasan kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tak hanya menangani pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu tapi juga peserta pemilu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mendukung perluasan kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Menurutnya, DKPP sebaiknya tak hanya menangani pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu, tapi juga peserta pemilu.

“Idealnya ini harus resmi masuk jadi public policy di undang-undang. Saya setuju sekali, tetap namanya DKPP, cuma kepanjangannya ditambahkan dua huruf, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu, sehingga termasuk peserta,” ujar Jimly dalam diskusi yang digelar DKPP secara daring, Rabu (11/6/2025).

Jimly yang juga Ketua DKPP pertama ini menilai perluasan kewenangan tersebut harus diakomodasi dalam revisi undang-undang. 

Menurutnya, banyak kasus pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu sebenarnya dipicu oleh peserta. 

Hal inilah yang menjadi dasar perlunya kewenangan DKPP diperluas agar dapat menyentuh akar permasalahan.

“Karena dalam praktik, penyelenggara itu korban dari peserta. Dalam setiap hampir semua kasus, penyelenggara etika dari si penyelenggara ini gara-gara hawa nafsunya peserta," tegas mantan Ketua Mahkamah Konsitusi itu.

"Jadi trigger point-nya itu di peserta, maka tidak adil kalau penyelengara diberi sanksi, pesertanya dibiarkan saja," sambungnya. 

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Permintaan DKPP agar Punya Sekjen Sendiri

Jimly mengakui bahwa saat ini peserta pemilu juga diawasi oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. 

Namun, menurut dia, mekanisme itu tidak cukup efektif dalam penegakan hukum pemilu.

“Walaupun ada sanksi sekarang, yaitu pidana pemilu, tapi tidak semua harus dipidanakan. Apalagi Gakkumdu tidak terlalu fungsional karena terlalu banyak perkara juga,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa penanganan etik lebih bersifat memulihkan nama baik dan kepercayaan publik, sementara pengadilan bersifat retributif atau membalas pelanggaran.

Jimly menyadari bahwa wacana memperluas kewenangan DKPP bisa memicu kontroversi. Namun ia yakin, seiring waktu, ide ini akan bisa diterima.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved