Tambang Nikel di Raja Ampat
4 Perusahaan Tambang di Raja Ampat Dicabut Izinnya, DPR: Pemerintah Jangan Jadi Makelar Tambang
DPR memberikan tanggapan terkait dicabutnya empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik empat perusahaan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat.
Mufti mengatakan, Raja Ampat merupakan kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia, bukan zona industri ekstraktif. Sehingga, menurutnya, tidak masuk akal jika muncul izin-izin pertambangan di kawasan Raja Ampat.
“Sudah cukup hutan habis, laut rusak, masyarakat adat digusur. Kita tidak boleh menggadaikan alam yang akan menjadi modal kehidupan masa depan,” sebut Mufti.
Berdasarkan analisis Greenpeace, disebutkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah rusak akibat penambangan nikel dan sedimentasi di Raja Ampat.
Aktivitas itu juga mengancam terumbu karang serta kehidupan bawah laut. Bahkan, dalam video yang dirilis Greenpeace, terlihat adanya pembukaan lahan di tengah pulau yang diduga sebagai lokasi tambang aktif.

Untuk itu, Mufti menyebut, ketegasan dari Pemerintah dengan menutup izin tambang bermasalah memang dibutuhkan karena ini terkait komitmen perlindungan terhadap lingkungan, dan integritas dalam menjalankan hukum.
“Jangan jual surga dunia yang ada di Indonesia ke pengeruk keuntungan yang menyebabkan lingkungan rusak dan rakyat menderita,” sambung Mufti.
Mufti pun memastikan, Komisi VI DPR RI akan terus mengawal persoalan ini, dan meminta agar tidak ada kompromi terhadap izin-izin tambang yang melanggar aturan dan merusak alam serta mengganggu kesejahteraan rakyat.
“Kami akan awasi. Jangan sampai ketika sorotan publik mereda, aktivitas tambang dilanjutkan lagi seolah tak ada masalah. Penutupan tambang di Raja Ampat tak boleh hanya jadi manuver sesaat,” pungkasnya.
Tanggapan Greenpeace
Sementara itu Greenpeace Indonesia buka suara terkait pencabutan IUP terhadap empat perusahaan di kawasan Raja Ampat oleh pemerintah.
Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, mulanya mengatakan pencabutan IUP tersebut merupakan langkah penting dalam rangka melindungi kawasan wisata Raja Ampat dari aktivitas pertambangan nikel.
"Pencabutan empat IUP ini menjadi setitik kabar baik dan salah satu langkah penting untuk menuju perlindungan Raja Ampat secara penuh dan permanen dari industri nikel yang mengancam lingkungan hidup dan ruang-ruang hidup masyarakat," kata Kiki dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (10/6/2025).
Kini, Kiki menegaskan, pihaknya masih menunggu surat keputusan resmi dari pemerintah yang bisa dilihat secara terbuka oleh publik terkait pencabutan izin usaha tersebut.
Kendati sudah dicabut, Greenpeace tetap was-was karena izin serupa kemungkinan besar bisa terbit lagi karena adanya gugatan dari pihak perusahaan.
"Kami juga tetap menuntut perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat, dengan aktif."
"Terlebih ada preseden bahwa izin-izin yang sudah pernah dicabut lantas diterbitkan kembali, termasuk di Raja Ampat, karena adanya gugatan dari perusahaan," ujar Kiki.
Baca juga: Menteri Maman: UKM Bisa Kantongi Izin Tambang Tahun Ini, PP Sedang Disiapkan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.