Jumat, 3 Oktober 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI, Juru Bicara PDIP: Megawati Singgung Jas Merah, Jangan Sampai Dipelintir

Menurut Ansy Lema, Megawati ingin mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak melupakan sejarah.

Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI - Presiden Kelima RI sekaligus Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat menyampaikan pidato dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP gelombang kedua, di DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Juru bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ansy Lema menjelaskan soal pidato Megawati Soekarnoputri di tengah munculnya wacana penulisan ulang sejarah RI. 

Pada Sabtu (7/6/2025) lalu, Megawati menyinggung soal sejarah yang dipotong sehingga yang menjadi bagiannya hanyalah semenjak era Orde Baru (Orba).

Padahal, ada masa di mana Presiden Pertama RI, Soekarno, memperjuangan Kemerdekaan Indonesia dan menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu disampaikannya saat memberi sambutan di acara pameran foto milik sang kakak, Guntur Soekarnoputra yang bertajuk 'Pameran Foto Gelegar Foto Nusantara 2025: Potret Sejarah dan Kehidupan' di Galeri Nasional (Galnas) Indonesia, Jakarta Pusat. 

"Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, diturunkan TAP (TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967) ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman order baru,” kata Megawati.

Menurut Megawati, pemotongan sejarah tersebut terjadi saat turunnya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.

“Padahal, saya suka mengatakan, kalau memberi ceramah, saya ingin bilang, kalau ada yang tidak setuju angkat tangan, (sebut) nama, nomor telepon, nanti ketemuan sama saya,” ujar Megawati.

“Saya bisa menerangkan bahwa ini adalah aliran sejarah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya sebagai insan Republik ini, tahu apa dan bagaimana sejarah kita,” katanya lagi.

Untuk itu, Megawati mengungkapkan, tengah mengumpulkan para ahli sejarah agar sejarah yang ada tidak lagi mengalami pemotongan atau kekeliruan.

“Kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhineka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua. Tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan,” ujarnya.

(Tribunnews.com/Rizki A.) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved