Selasa, 30 September 2025

Soal PMI Nonprosedural, Filep Beri Sejumlah Rekomendasi dari Sisi Regulasi hingga Upaya Perlindungan

Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2023, hanya 65,6% PMI yang masuk ke negara tujuan secara reguler menggunakan visa kerja

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Erik S
Istimewa
PERLINDUNGAN PMI - Anggota DPD RI dari Papua Barat Filep Wamafma bicara soal urgensi perlindungan PMI atau Pekerja Migran Indonesia. 

"Akan tetapi, harus diperhatikan jangan lebih banyak menekankan unsur manfaat ekonomi negara, misalnya ada kecenderungan penekanan pada ketercapaian devisa negara, seperti target Kementerian P2MI dengan capaian devisa lebih dari Rp300 triliun pada 2025. Jangan sampai keberhasilan PMI hanya diukur dari dampak perolehan devisa, sisi pemasukan negara atau remitansi,” urainya.

Kedua, lanjut Filep, diperlukan kerja sama yang intens dan terintegrasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, juga koordinasi yang berjenjang dan kolaboratif antara Imigrasi, Kepolisian, dan Disdukcapil.

Hal ini untuk menjamin satu data yang terverifikasi terkait PMI. Kementerian P2MI tidak dapat bekerja tanpa masukan dari Pemerintah Daerah, yang dalam banyak hal mengalami secara langsung persoalan PMI termasuk PMI Non-prosedural.

“Peran pemerintah daerah secara berjenjang sangat diperlukan guna meminimalisir kasus-kasus non-prosedural yang kebanyakan karena minim pengetahuan, pendidikan dan pengalaman kerja," katanya.

Baca juga: Menteri P2MI Minta Pekerja Migran Magang di Luar Negeri Waspadai Modus Cheap Labour

Ketiga, Filep mengatakan diperlukan kerja sama bilateral antara Indonesia dengan negara tujuan terkait PMI.

"Dari kasus-kasus di atas, ada indikasi lain berupa lemahnya kontrak kerja, ketidakjelasan sistem penggajian, dan overcharging biaya penempatan, yang menyebabkan PMI menjadi rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, dan diskriminasi," katanya.

Dikatakan bahwa ketiadaan perjanjian dan kerja sama bilateral menyebabkan PMI mengalami kesulitan dalam mengakses hak ketenagakerjaannya, remunerasi, jaminan sosial, dan akses terhadap hukum.

“Keempat, perlunya penataan sistem migrasi Indonesia khusus tenaga kerja, termasuk penataan pengawasan kependudukan terkait PMI. Kemudian, yang kelima, perlu penegakan hukum yang tegas bagi organisasi yang mendistribusikan tenaga kerja ilegal di luar negeri, juga ⁠sosialisasi secara rutin dan birokrasi perlu disederhanakan,” ujar Ketua IKA Unhas Papua Barat ini.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan