Selasa, 7 Oktober 2025

Asosiasi Soroti Rancangan Permenkes, Minta Pemerintah Akomodasi Seluruh Kepentingan Masyarakat

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmudji, menegaskan keterlibatan lintas sektor penting agar regulasi yang dihasilkan tidak bias

HO
SOROTI RANCANGAN PERMENKES - Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmudji, menilai ada tendensi Kemenkes lebih memilih mengakomodasi aspirasi dari LSM ketimbang masukan para pemangku kepentingan di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyusun Rancangan Permenkes sebagai aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. 

Penyusunan regulasi pelaksana ini diharapkan melibatkan elemen terkait mulai dari petani, pelaku industri dan pemangku kepentingan lain, utamanya pada sektor pertembakauan.

Pasalnya dalam PP 28/2024, juga diatur soal zonasi penjualan produk tembakau, hingga penyeragaman kemasan.  

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmudji, menegaskan keterlibatan lintas sektor penting agar regulasi yang dihasilkan tidak bias dan mampu mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat secara adil.

"Marwah dari penyusunan sebuah peraturan, entah itu undang-undang, peraturan pemerintah, maupun regulasi turunannya, semestinya melibatkan semua elemen terkait," kata Agus kepada wartawan, Selasa (13/5/2025).

Agus menilai ada tendensi Kemenkes lebih memilih mengakomodasi aspirasi dari LSM ketimbang masukan para pemangku kepentingan di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT). 

Hal ini dibuktikan dengan masuknya poin tentang kemasan rokok polos ke dalam RPMK. Kebijakan tentang kemasan rokok polos termuat dalam Artikel 11 dalam Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FTCC) yang tidak diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. 

“Kata-kata yang selama ini disampaikan oleh pemerintah pusat bahwa kita tidak akan meratifikasi FCTC, tetapi kenyataannya di beberapa peraturan mengadopsi dari pasal-pasal tersebut. Jadi sama saja, artinya ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah pusat," kata dia.

Sebagai industri yang banyak menyerap tenaga kerja dan bahan baku dalam negeri dalam proses produksi, Agus berharap IHT mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Keberadaan regulasi hasil intervensi asing dikhawatirkan bakal mematikan karakteristik dan kebudayaan lokal. 

“Kalau ini tidak dipertahankan, karya-karya petani tembakau akan hilang dan tinggal cerita,” ujar Agus.

Sementara itu, Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin mengatakan keberadaan dan masa depan industri hasil tembakau nasional dalam ancaman. 

Ia menilai, adanya intervensi bukan hanya melemahkan posisi petani lokal, tetapi juga mencerminkan bentuk baru penjajahan yang menyusup lewat kebijakan dan regulasi.

"Presiden Prabowo bicara kedaulatan, tapi kebijakan seperti PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes justru mengancam industri tembakau nasional," jelas Khoirul.

Ia mengkhawatirkan dampak yang ditimbulkan dari adopsi kebijakan asing, mulai dari penurunan pendapatan petani, melemahnya industri lokal, hingga hilangnya lapangan kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional. 

“Petani tembakau, buruh pabrik, warung kecil, dan jutaan pekerja bergantung pada industri tembakau yang telah berjalan ratusan tahun," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved