Kasus dugaan Korupsi Proyek Satelit di Kemhan Rugikan Negara hingga Rp300 Miliar
Nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kemhan capai Rp 300 miliar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut jumlah kerugian negara dalam dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) sangat besar.
Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung, Brigjen TNI Andi Suci mengatakan jumlah kerugian negara yakni puluhan juta dolar Amerika.
"Perhitungan dari BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak 21.384.851,89 USD," kata Andi dalam konferensi pers Rabu (7/5/2025).
Jumlah itu jika dikonversi ke rupiah dengan kurs dolar saat itu kurang lebih Rp 15 ribu, maka kerugian negara mencapai Rp300 miliar atas proyek ini.
"Untuk kerugian negara di rupiahkan sekitar Rp300 miliar kalau kala itu Rp 15 ribu kurang lebih 1 dolar," ungkapnya.
Dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Adapun proyek tersebut terkait pelaksanaan pengadaan berdasarkan Agreement for the Provision of User Terminals and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kemhan tanggal 1 Juli 2016 berikut Amandement No.1 to the Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment tanggal 15 September 2016 pada Kemhan.
"Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka berdasarkan surat perintah nomor sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Kasus Korupsi Satelit di Kemhan, Ada Purnawirawan TNI
Adapun tiga orang tersangka yakni pertama, Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kedua, ATVDH selaku perantara dan ketiga, GK selaku CRO Navayo International AG.
Harli menjelaskan kasus ini berawal saat Kemhan melalui tersangka L menandatangani kontrak dengan tersangka GK pada Juli 2016 soal perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang perjanjian itu senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.
Harli menyebut bahwa penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 itu tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa di mana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari tersangka ATVDH.
Lalu kata Harli, Navayo International AG mengakui telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kementerian Pertahanan RI atas prestasi pekerjaan tersebut.
Kemudian empat buah surat Certificate of Performance (CoP) atau sertifikat kinerja terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG yang disiapkan ATVDH tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih dahulu ditandatangani oleh Letkol Tek Jon Kennedy Ginting dan Kolonel Chb Masri atas persetujuan Mayor Jendral TNI (Purn) Bambang Hartawan dan tersangka L.
"Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kemhan RI dengan mengirimkan empat invoice (permintaan pembayaran dan CoP), namun sampai dengan tahun 2019 Kemhan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit," ungkapnya.
Baca juga: Citra Satelit Tunjukkan China Bangun Pulau-Pulau Buatan di Laut China Selatan, AS Terseret Konflik
Kemudian dilakukan pemeriksaan atas pekerjaan Navayo International AG oleh ahli satelit Indonesia atas permintaan penyidik koneksitas Jampidmil.
"Dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal karena hasil pemeriksaan laboratorium terhadap handphone sebanyak 550 buah tidak ditemukan secure chip inti dari pekerjaan user terminal, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 1230 BT, dan barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa," tuturnya.
Kemudian Kemhan RI diharuskan membayar USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani CoP.
Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan nilai kepabeanan sebesar IDR 1.92 miliar.
Lalu, untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris.
Hal itu berdasar putusan pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.
Atas hal itu, perbuatan itu meripakan Tindak Pidana Korupsi Koneksitas yaitu dengan sengaja secara bersama-sama melakukan perbutan melawan hukum dalam proses pengadaan User Terminal untuk Slot Orbit 1230 BT pada Kemhan RI.
Baca juga: Citra Satelit Terbaru Tunjukkan Kerusakan Depot Amunisi Terbesar Rusia Akibat Serangan Drone Ukraina
Adapun Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat satu kesatu juncto Pasal 64 KUHP.
Tersangka juga dijerat dengan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu, juncto Pasal 64 KUHP.
"Lebih subsider Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 KUHP," tukasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.