Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

KKJ Anggap Kejagung Sewenang-wenang Tetapkan Direktur JakTV Tersangka, Minta Tinjau Ulang

Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai, Kejaksaan Agung sewenang-wenang dalam menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar tersangka. 

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Kolase Tribunnews (Humas Kejagung & JAK TV)
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar mengungkapkan peran dari Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar dalam kasus perintangan penyidikan yang kini menjeratnya. Diketahui sebelumnya Tian Bahtiar telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait kasus-kasus yang ditangani oleh Kejagung. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai, Kejaksaan Agung sewenang-wenang dalam menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar tersangka. 

Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung), yakni tata niaga timah, impor gula, dan vonis lepas ekspor CPO, Selasa (22/4/2025). 

Tian disebut melakukan permufakatan jahat untuk menggiring opini publik dengan membuat konten-konten yang dianggap menyudutkan Kejagung

“Kami melihat terdapat kesewenang-wenangan kekuasaan di sini,” ujar Koordinator KKJ, Erick Tanjung melalui keterangannya, Kamis (23/4/2025).

KKJ meminta Kejagung melakukan peninjauan ulang atas penetepan tersangka ini. 

"Mendorong Kejaksaan Agung untuk meninjau ulang penggunaan delik Pidana Obstruction of Justice dan membuka akses atau menjelaskan substansi konten yang dijadikan alat bukti, agar publik dapat menilai apakah konten tersebut memenuhi unsur pidana atau sekadar kritik terhadap proses hukum,” kata Erick. 

KKJ menilai, penetapan tersangka oleh Kejagung telah melanggar nota kesepahaman antara dua lembaga negara ini yang diteken pada tahun 2019.

Dalam ketentuan Pasal 2 di nota kesepakatan itu menyebutkan, kerja sama dalam kegiatan Koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dalam mendukung bidang Penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan Pers. 

Erick menjelaskan, penyidik semestinya terlebih dahulu berkoordinasi dan melakukan konsultasi perihal substansi pemberitaan yang digunakan oleh Kejaksaan Agung sebagai alat bukti utama dalam indikasi tindak pidana obstruction of justice.

“Dewan Pers nantinya akan mengeluarkan penilaian terhadap muatan keseluruhan konten artikel pemberitaan tersebut, dan dapat memberikan petunjuk kepada Aparat Penegak Hukum perihal indikasi pelanggaran etik atau pelanggaran Pidana dalam proses dan muatan penyusunan berita yang disita sebagai alat bukti tersebut,” lanjut Erick.

Penjelasan Kejagung

Baca juga: Pakar Klaim Penetapan Tersangka Direktur Jak TV Bisa Dianggap Tak Sah: Kejagung Tak Ikuti Prosedur

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Tian bukan persoalan pemberitaan dan konten negatif tentang Kejagung

Menurutnya, Tian jadi tersangka karena permufakatan jahat dengan dua tersangka lainnya untuk merintangi penyidikan. 

Harli menjelaskan, ada tiga peran yang dijalankan ketiga tersangka.

Mulai dari peran yuridis hingga peran melakukan rekayasa sosial.

Harli mengatakan, ada permufakatan jahat yang disepakati Tian, Marcella dan Junaedi.

Tian disebut menerima uang dari Marcella dan Junaedi untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejaksaan Agung. 

"Ada tiga peran yang dimainkan pelaku. sebagai tim yuridis, yang berhadapan langsung dengan aktivitas persidangan, proses peradilan. Tetapi ada peran social engineering," ujar Harli saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

Ketiganya dinilai menggiring opini masyarakat agar menilai seolah-olah institusi Kejaksaan buruk. 

"Tiga orang ini, melakukan untuk seolah-olah institusi ini busuk. Padahal kenyataannya tidak demikian, dengan informasi yang tidak benar, dikemas, untuk mempengaruhi opini publik."

"Bayangkan, apa yang tidak kami lakukan seolah-olah itu kami lakukan. Tapi dinyatakan seolah-olah itu kami lakukan. Semua dalam rangka pelemahan institusi, untuk penanganan perkara supaya sesuai kehendaknya," papar Harli.

Selain itu, Harli mengatakan, ada pengerahan massa yang dilakukan ketiga tersangka.

Mereka diduga membayar orang untuk melakukan aksi. 

"Berkali-kali saya sampaikan, peran tiga orang ini mempengaruhi bagaimana pandangan-pandangan masyarakat, termasuk pandangan peradilan terhadap institusi peradilan karena melakukan mobilisasi massa," jelasnya.

Harli mengatakan, Tian membuat konten dan acara diskusi yang menyudutkan Kejagung sebagai upaya menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara Kejagung yang sudah berjalan di persidangan.

"Ada pembuatan-pembuatan konten, talkshow yang seolah-olah diramu menjadi suatu pembenaran padahal tidak demikian. Saya harus sampaikan ada kelangkaan minyak, lalu Kejaksaan memproses, ditemukan ada perbuatan pidana. Orang-orangnya diproses lalu menurut kami ada kerugian keuangan negara, oleh putusan pengadilan tidak bisa diminta perorangan, tapi kepada korporasi," jelasnya.

Tian Terima Rp 487 Juta

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, Tian Bahtiar menerima uang senilai Rp 478,5 juta dari Marcella dan Junaedi. 

Uang itu diperuntukkan agar Tian membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejaksaan Agung. 

"Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut."

"Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara a quo baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan," tutur Qohar saat konferensi pers, Selasa (22/4/2025) dini hari.

Uang tersebut diterima Tian atas nama pribadi tanpa kerja sama dengan JakTV.

"Jadi Tian ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan para pihak yang akan ditetapkan,” kata Qohar. 

Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara yang ditangani Kejagung

Ketiganya kini disangkakan pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat 1 (1) KUHP.

"JS dilakukan penahanan 20 hari ke depan terhitung hari ini di Rutan Salemba. Begitu juga TB ditahan 20 hari terhitung ini di Rutan Salemba. Sedangkan untuk MS tidak ditahan karena yang bersangkutan sudah ditahan perkara lain," tandas Abdul Qohar.

Tanggapan Dewan Pers

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu memastikan tak akan cawe-cawe dalam penanganan kasus dugaan perintangan penyidikan ini.

Meski demikian, Ninik menegaskan, terkait penilaian terhadap karya jurnalistik dan etika profesi tetap menjadi domain Dewan Pers.

Hal itu disampaikan saat pertemuan Dewan Pers dan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa (22/4/2025).

"Dewan Pers tentu tidak ingin cawe-cawe dalam proses hukum,” ujar Ninik di Kejagung, Selasa. 

"Untuk menentukan apakah sebuah produk media merupakan karya jurnalistik atau bukan, itu adalah kewenangan etik Dewan Pers sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," lanjutnya. 

Ninik menjelaskan, Dewan Pers akan menilai dua aspek dalam perkara ini. 

Yakni, soal standar kode etik jurnalistik dan apakah ada pelanggaran perilaku oleh jurnalis dalam prosesnya. 

"Pers dituntut bekerja profesional, mengedepankan standar moral tinggi, tidak mencampurkan opini dengan fakta, dan tidak terlibat praktik tidak etis seperti suap atau permintaan imbalan," jelasnya.

(Tribunnews.com/Milani/Endra) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved