Kasus Suap Ekspor CPO
Sebelum Jadi Tersangka Kasus CPO, Hakim Djuyamto Titipkan Tas Berisi Uang Dolar Singapura ke Satpam
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengungkap Hakim Djuyamto sempat menitipkan tas berisi uang dolar Singapura ke satpam PN Jakarta Selatan.
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengungkap Hakim Djuyamto sempat menitipkan tas ke satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Tas itu dititipkan Djuyamto sebelum ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis lepas perkara ekspor crude palm oil (CPO).
“Benar (Djuyamto menitipkan tas ke satpam PN Jakarta Selatan)” kata Harli dilansir Kompas.com, Kamis (17/4/2025).
Kini tas tersebut pun telah diserahkan oleh satpam PN Jaksel ke penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada Rabu (16/4/2025).
Harli mengungkap, tas yang dititipkan Djuyamto itu ternyata berisikan uang dolar Singapura, sebanyak 37 lembar.
Tak hanya itu, di dalam tas juga terdapat dua buah handphone.
“Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam, yang ditutupi dua ponsel dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” terang Harli.
Meski demikian, Harli masih belum bisa mengungkap apa tujuan Djuyamto menitipkan tas berisikan uang dan HP itu kepada satpam PN Jaksel.
Harli hanya menegaskan kini tas tersebut telah disita oleh Jampidsus dan berita acara penyitaannya sudah ada.
"Berita acara penyitaannya sudah ada,” imbuh Harli.
Baca juga: Sosok Hakim Djuyamto, Tersangka Suap Perkara CPO, Dikenal sebagai Pegiat Kebudayaan di Kartasura
Djuyamto Terima Suap Paling Banyak, Capai Rp 7,5 M
Djuyamto, Hakim Pengadilan Jakarta Selatan ditetapkan bersama dua hakim lainnya menjadi tersangka dalam kasus suap pemberi vonis onslag atau lepas dalam perkara korupsi ekspor CPO.
Dia terbukti menerima aliran dana suap untuk pengurusan perkara saat ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim perkara tersebut oleh Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan.
Total sekitar Rp 22,5 miliar dari Rp 60 miliar yang diberikan pengacara tersangka korporasi dalam perkara tersebut melalui Arif kepada Djuyamto dan dua hakim lain yakni Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota.
"Saat itu yang bersangkutan (Arif) menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, kemudian AM adalah hakim adhoc dan ASB sebagai anggota majelis," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar di kantornya, Senin (14/4/2025).
Arif yang kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka awalnya memberikan uang sebesar Rp 4,5 miliar ke Djuyamto cs untuk membaca berkas perkara.
Uang itu dibagi rata sehingga per orang mendapat Rp 1,5 miliar.
Tahap selanjutnya, Arif kembali memberikan uang Rp 18 miliar kepada Djuyamto cs pada September hingga Oktober 2024 dengan tujuan agar sidang yang mereka pimpin dikondisikan agar berujung vonis onslag atau lepas.
Baca juga: Hakim Djuyamto Tinggal di Apartemen yang Dilengkapi Lift Pribadi dan Kolam Renang
"ASB menerima uang dollar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, kemudian DJU menerima uang dollar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AL menerima uang berupa dollar Amerika jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar,” ujarnya.
Sehingga, dalam pembagian uang suap ini, Djuyamto mendapat bagian terbanyak yakni sekitar Rp 7,5 miliar untuk pengurusan kasus tersebut.
Untuk informasi, dalam perkara suap vonis onslag ini, Kejagung sendiri awalnya menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Empat tersangka tersebut adalah:
Baca juga: Kejagung Tak Temukan Uang Suap Vonis Lepas Korporasi di Apartemen Hakim Djuyamto, Kini Ditelusuri
- MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
- WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara
- Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.
"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.
Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
Baca juga: Dulu Tangani Kasus Novel-Hasto, Kini Djuyamto Jadi Tersangka Suap Terima Uang Paling Banyak Rp7,5 M
"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah," ujar Abdul Qohar.
"Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG," imbuhnya.
Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu.
Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp 17 triliun.
Baca juga: PDIP Peroleh Informasi Hakim Djuyamto Diduga Jadi Makelar Perkara bersama Ketua PN Jaksel & Hakim MA
Dalam perjalanannya, Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka.
Ketiganya merupakan majelis hakim yang memberikan vonis onslag dalam perkara tersebut, yakni:
- Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim
- Ali Muhtarom sebagai Hakim AdHoc
- Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Abdi Ryanda Shakti)(Kompas.com/Novianti Setuningsih)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.