Kasus Suap Ekspor CPO
Muhammad Syafei, Tersangka Suap Vonis Lepas Kasus CPO Dikenal Ramah, Rumah Sempat Didatangi Jaksa
Muhammad Syafei, Legal PT Wilmar Group yang kini menjadi tersangka kasus suap vonis lepas korupsi ekspor CPO dikenal sebagai sosok ramah.
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Muhammad Syafei, Legal PT Wilmar Group yang kini menjadi tersangka kasus suap vonis lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dikenal sebagai sosok ramah di lingkungan rumahnya.
Syafei diketahui memiliki rumah tinggal di pinggir Jalan Kancil Putih, RT 36, Kelurahan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan.
Berdasarkan pantauan Tribunsumsel.com dan Sripoku.com pada Rabu (16/4/2025), rumah Syafei tampak megah.
Bangunan dua lantai milik Syafei berdiri di atas lahan yang cukup luas.
Tampak rumahnya bercat putih sama dengan pagar temboknya.
Baca juga: Wilmar Group Klaim Sedang Bantu Proses Penyelidikan Kasus Suap Vonis Lepas Korupsi CPO
Sedangkan di depannya dihiasi pagar besi warna hitam.
Rumah Syafei tampak megah dibanding rumah-rumah warga yang terlihat sederhana di sekitarnya.
Ada minimarket yang berjarak dua bangunan di sebelahnya.
Baca juga: Jadi Tersangka Baru Kasus Suap Vonis Lepas CPO, Ini Peran Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei
Terdapat satu unit mobil warna silver yang terparkir di pekarangan rumah Syafei.
Sementara penghuni rumahnya berada di dalam rumah.
Dinan (36) seorang tetangga di dekat rumah mengatakan, Syafei memang jarang keluar rumah.
Tetapi setiap keluar rumah, Syafei sering nongkrong di rumah tetangga.
"Kalau keluar rumah memang jarang, tapi setiap keluar sowan ke rumah tetangga," kata Dinan.
Bahkan, ia pun tak sungkan nongkrong di warung dan bersosialisasi dengan warga sekitar.
"Tidak sungkan-sungkan walaupun di warung saya, yang jarang terlihat itu istrinya. Terakhir ketemu puasa dan lebaran tadi," ujarnya.
Menurutnya, rumah Syafei dibangun sejak tahun 2015 dan baru selesai sekitar tahun 2017 lalu.
Syafei dikenal orang yang ramah dan selalu ingin dipanggil dengan sapaan akrab saja.
"Walaupun saya tahu dia orang Wilmar dan punya jabatan, tidak mau dipanggil bapak, maunya dipanggil abang saja. Etikanya dengan yang lebih tua ada, bergaul ya seperti biasa," katanya.
Rumah Didatangi Jaksa Sebelum Jadi Tersangka
Dinan mengaku tak menyangka kalau Syafei terjerat kasus korupsi yang kini sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Sebab setiap bertemu tak pernah mengeluh soal pekerjaannya.
"Tidak nyangka dia terlibat di masalah itu. Saya baru tahu pas pagi tadi ," ucapnya.
Sebelum penetapan tersangka, rumah Syafei ramai dikunjungi orang dari Kejaksaan.
"Kemarin persis puku 12.00 WIB ramai orang dari Kejaksaan datang ke sini," katanya.
Ketua RT 36 Fauzi juga mengatakan hal yang sama, meski jarang pulang ke Palembang karena pekerjaannya di Jakarta.
Syafei kerap bersosialisasi dengan tetangga.
"Orangnya bergaul sama tetangga kok. Istrinya orang sini (Palembang), mertuanya juga mantan Sekda di Muara Enim. Sudah lama Syafei tinggal di sini sekitar 10 tahunan," katanya.
Peran Muhammad Syafei
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, Syafei diketahui berperan menyediakan uang kepada pengacara tiga korporasi CPO, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Qohar mengatakan suap bermula dari adanya pertemuan antara Arianto dengan tersangka Wahyu Gunawan yang merupakan panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kata Qohar, Wahyu menyampaikan pada Arianto yang mengharuskan agar perkara minyak goreng atau CPO itu diurus.
"Jika tidak, putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan Penuntut umum," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Selasa (15/4/2025).
Dalam pertemuan tersebut pun, Wahyu menyampaikan kepada Arianto untuk segera menyiapkan biaya kepengurusan perkara tersebut.
Atas permintaan dari Wahyu itu, Arianto lantas menyampaikan hasil pertemuannya kepada Marcella Santoso yang kemudian ditindaklanjuti dengan bertemu Syafei.
Qohar menjelaskan, pertemuan antara Marcella dan Syafei terjadi di rumah makan Daun Muda di Jalan Walter Mongonsidi, Jakarta Selatan.
"MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dimana saat itu WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya," jelas Qohar.
Setelah mendapat informasi dari Marcella, Syafei pun mengatakan bahwa telah dibentuk tim yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut.
Selang dua pekan, Ariyanto kemudian kembali dihubungi Wahyu Gunawan.
Saat itu Wahyu menekankan pada Arianto agar perkara tersebut segera diurus.
Usai memperoleh informasi itu, Arianto lantas kembali menyampaikannya kepada Marcella Santoso.
"Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi," ucapnya.
"Dan saat itu MSY memberitahukan atau mengatakan bahwa biaya yang disediakan korporasi sebesar Rp 20 miliar," katanya.
Berdasarkan hasil pertemuan dengan Syafei, Marcella kemudian menggelar pertemuan dengan Arianto, Wahyu, dan tersangka Muhammad Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Rumah Makan Layer Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu Arif Nuryanta mengultimatum Marcella dan Arianto bahwa perkara minyak goreng tersebut tidak bisa diputus bebas.
"Tetapi bisa diputus Onslag dan yang bersangkutan dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan jadi tiga sehingga jumlah totalnya Rp 60 miliar," ujar Qohar.
Setelah pertemuan tersebut, Wahyu Gunawan menyampaikan kepada Arianto untuk segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar seperti yang diminta Arif.
Arianto kemudian menyampaikan kepada Marcella dan dilanjutkan kepada Syafei.
Saat Marcella menghubungi Syafei, pegawai Wilmar Group itu pun menyanggupi dan akan menyiapkan uang tersebut dalam bentuk Dolar Amerika Serikat (USD) atau Dolar Singapura (SGD).
Syafei kemudian menghubungi Marcella dan menyatakan bahwa uang suap tersebut telah siap untuk diantar.
"Selanjutnya MS memberikan nomor Handphone AR ke MSY untuk pelaksanaan penyerahan. Setelah ada komunikasi antara AR dan MSY, kemudian AR bertemu dengan MSY di perkiraan SCBD dan selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada AR," jelasnya.
Usai menerima uang dari Syafei, Arianto langsung mengantarkannya ke rumah Wahyu Gunawan di Cluster Ebonny Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Setelah menerima uang, Wahyu lantas menyerahkannya kepada Arif Nuryanta dan ia mendapat jatah sebesar 50.000 USD atau setara Rp 800 juta (kurs rupiah saat ini).
"Kemudian berdasarkan keterangan saksi dan dokumen baik yang diperoleh hari ini maupun dua hari lalu, penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group," jelas Qohar.
Hingga akhirnya Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin.
Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp 22,5 miliar.
Untuk informasi, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.
Berikut daftar lengkap 8 tersangka:
- Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan
- Agam Syarif Baharuddin, Hakim PN Jakarta Pusat
- Ali Muhtarom, Hakim PN Jakarta Pusat
- Djuyamto, Hakim PN Jakarta Selatan
- Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
- Marcella Santoso, Kuasa Hukum Korporasi CPO
- Ariyanto Bakri, Kuasa Hukum Korporasi CPO
- Muhammad Syafei, Head and Social Security Legal Wilmar Group
(Tribunsumsel.com/ Rachmad Kurniawan/ tribunnews.com)
Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Penampakan Rumah Megah Muhammad Syafei di Palembang, Tersangka Suap Hakim Demi Vonis Lepas Kasus CPO
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.