Habiburokhman Dukung SKCK Dihapus, Klaim Tak Signifikan Tambah Uang Negara: Buat Apa Polisi Ngurusin
Menurut Ketua Komisi III DPR RI, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap PNBP.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mendukung usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) soal penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Pasalnya, menurut dia, SKCK itu tidak memberikan dampak yang berarti terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Oleh karena itu, Habiburokhman mengatakan Kepolisian RI tidak perlu lagi mengurusi masalah SKCK tersebut karena tidak menambah keuangan negara secara signifikan.
"SKCK ini dari PNBP-nya gimana? Enggak signifikan gitu lho, buat apa juga capek-capek polisi ngurusin SKCK," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Keberadaan SKCK itu dinilai sudah tidak dibutuhkan lagi sekarang karena masyarakat bisa dengan mudah mengetahui seseorang pernah terlibat tindak pidana atau tidak.
Lagipula, menurut Habiburokhman, tidak ada jaminan seseorang yang memiliki SKCK itu bukan orang yang bermasalah.
"Enggak ada jaminan orang punya SKCK, enggak bermasalah gitu lho. Ya kan. Kalau orang pernah dihukum, ya kan akan tahu, tinggal dicek di pengadilan," jelas politikus Partai Gerindra itu.
"Kalau saya pribadi, saya, kan saya Ketua Komisi III tentu pendapat pribadi saya berpengaruh banget, menurut saya sih sepakat enggak usah ada SKCK," sambungnya.
Selain itu, kata Habiburokhman, pembuatan SKCK juga dianggap memberatkan masyarakat.
Sebab, masyarakat harus mengeluarkan uang untuk pembuatan SKCK tersebut.
"Saya mau cari kerja misalnya, perlu SKCK, itu satu tuh ongkos ke kepolisiannya, ngantrinya, apakah ada biaya? Setahu saya ada ya, tapi enggak tahu ya, dicek, resmi enggak resmi gimana," pungkasnya.
Baca juga: Respons Polri soal Usulan Kementerian HAM yang Minta SKCK Dihapus
Penghapusan SKCK Perlu Kajian Mendalam
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, meminta agar usulan penghapusan SKCK itu dikaji secara mendalam.
Rudi mengatakan, perlu ada pembahasan Bersama antara Kementerian HAM dan Kepolisian RI untuk menelaah urgensi SKCK.
"Ya itu perlu duduk bersama saya kira ya dengan Kementerian HAM dan kepolisian untuk membahas, menelaah atau mendalami atau diskusi secara komprehensif mengenai apakah masih urgent SKCK atau tidak," kata Rudi kepada Tribunnews.com, Selasa (25/3/2025).
Dalam kebijakan ini, Rudi berpendapat ada dua sisi yang perlu dipertimbangkan.
Di satu sisi, seseorang yang telah menjalani hukuman pidana semestinya dipandang telah kembali menjadi warga negara yang memiliki hak yang sama.
Namun, di sisi lain, SKCK juga menjadi catatan kepolisian yang menunjukkan riwayat hukum seseorang.
"Kalau saya ya perlu kajian mendalam dulu, duduk bersama kementerian HAM dan kepolisian, sejauh mana manfaat maslahat maupun mudaratnya lah," ujar Rudi.
Rudi mengatakan, apabila hasil kajian menunjukkan penghapusan SKCK lebih banyak memberikan manfaat, maka kebijakan itu dapat diambil.
Namun, jika keberadaan SKCK itu masih diperlukan untuk mengetahui status hukum warga negara dalam hal tertentu, maka perlu kajian mendalam lagi.
Sebelumnya, alasan Kementerian HAM mengusulkan agar Polri menghapus SKCK karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.
Adapun, usulan tersebut disampaikan oleh Menteri HAM, Natalius Pigai, melalui surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, menyatakan usulan ini muncul setelah Kementerian HAM menemui narapidana residivis saat berkunjung ke berbagai Lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah.
Para mantan narapidana itu kembali mendekam di penjara karena sulit mencari pekerjaan setelah bebas, sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum.
Menurut Nicholay, mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.
Sebab, SKCK itu memuat keterangan, mereka pernah dipidana, yang membuat perusahaan atau penyedia pekerjaan sulit menerima mantan narapidana.
"Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup," kata Nicholay.
Bagaimana Respons Polri?
Mengenai usulan penghapusan SKCK dari Kementerian HAM tersebut, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan pihaknya menghargai adanya usulan itu.
"Tentu apabila itu masukkan secara konstruktif kami juga akan menghargai. Dan akan menjadi bagian untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh elemen masyarakat," kata Trunoyudo kepada wartawan, Senin (24/3/2025).
Trunoyudo kemudian menjelaskan, penerbitan SKCK ini sudah sesuai dengan pendekatan perundang-undangan, yakni Pasal 15 ayat 1 huruf K UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepolisian Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian.
Sehingga, SKCK merupakan syarat operasional dalam pelayanan masyarakat.
"SKCK adalah salah satu fungsi dalam operasional untuk pelayanan kepada masyarakat. Secara konstitusi semua hak-hak masyarakat itu diatur, kemudian juga dalam hal menerima pelayanan khususnya di SKCK juga diatur," tuturnya.
"Dalam hal ini perlu kami jelaskan bahwasannya semua masyarakat yang akan membuat SKCK akan kita layani dan itu juga berdasarkan pada permintaan dari beberapa masyarakat untuk khususnya adalah salah satunya misalkan pelamaran dalam bekerja," sambungnya.
Lebih lanjut, Trunoyudo mengungkap manfaat dari SKCK tersebut.
Selain untuk keperluan melamar pekerjaan, SKCK itu juga dimaksudkan sebagai catatan kejahatan atau kriminalitas terhadap masyarakat dalam upaya pengawasan.
"Manfaatnya ini juga dalam rangka meningkatkan keamanan dan tentu juga dalam pelayanan."
"Kemudian juga memudahkan proses dalam pengetahuan dan juga membantu dalam pengawasan dan pengendalian keamanan," jelasnya.
Meski demikian, kata Trunoyudo, jika memang SKCK dirasa menghambat, maka usulan ini nantinya akan dibahas untuk dicarikan solusinya demi memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.
"Ketika itu dirasakan menghambat, tentu kita hanya memberikan suatu catatan-catatan. Karena SKCK adalah surat keterangan catatan dalam kejahatan atau kriminalitas. Ini tersimpan dalam satu catatan di kepolisian," tuturnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Igman Ibrahi/Fersianus Waku/Abdi Ryanda)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.