Revisi UU TNI
21 Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Kritik Daftar Inventaris Masalah RUU TNI
Yang perlu diubah oleh pemerintah dan DPR adalah aturan tentang peradilan militer yang diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1997.
Koalisi memandang Jampidmil hanya menangani perkara koneksitas, harusnya tidak perlu dipermanenkan jadi sebuah jabatan bernama Jampidmil.
Padahal, menurut Koalisi, untuk kepentingan koneksitas sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan tim Kejaksaan Agung dan oditur militer.
Lagipula, kata Koalisi, peradilan koneksitas selama ini juga bermasalah karena seringkali menjadi sarana impunitas.
"Peradilan koneksitas ini seharusnya dihapus, karena jika militer atau sipil terlibat tindak pidana umum langsung tunduk dalam peradilan umum sehingga tidak perlu koneksitas," tulis Koalisi dalam Press Release yang dikonfirmasi pada Jumat (14/3/2025).
"Dengan demikian penambahan jabatan sipil di Kejagung sebagaimana dimaksud dalam RUU TNI tidak tepat, termasuk keberadaan Jampidmil," lanjut dia.
Lebih lanjut, menurut Koalisi, penempatan TNI aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tidak tepat.
KKP, kata Koalisi, adalah lembaga sipil sehingga tidak tepat ditempati oleh prajurit TNI aktif.
Sedangkan Prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan di KKP, menurut Koalisi, sudah seharusnya mengundurkan diri.
"Koalisi menilai, sebenarnya yang diperlukan bukanlah perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Akan tetapi justru penyempitan, pembatasan dan pengurangan TNI aktif untuk duduk dijabatan sipil sebagaimana diatur dalam UU TNI," tulis Koalisi.
"Jadi jika ingin merevisi UU TNI justru seharusnya 10 jabatan sipil yang diatur dalam pasal 47 ayat (2) UU TNI dikurangi bukan malah ditambah," lanjut keterangan tersebut.
Selain itu, Koalisi memandang penambahan tugas operasi militer selain perang yang meluas seperti menangani masalah narkotika adalah terlalu berlebihan.
Menurut Koalisi upaya penanganan narkotika semestinya tetap dalam koridor penegakan hukum, sebagai alat pertahanan negara TNI sepatutnya tidak terlibat di dalamnya.
Penanganan narkotika, kata Koalisi, seharusnya lebih menekankan pada aspek medis dan penegakan hukum pun musti dilakukan secara proporsional bukan represif atau bahkan justru melalui operasi militer selain perang dengan pelibatan TNI di dalamnya.
"Karena itu, pelibatan TNI dalam penanganan narkotika adalah berlebihan dan akan meletakkan model penanganan narkotika menjadi 'war model' dengan melibatkan militer di dalamnya dan bukan criminal justice sistem model lagi sehingga ini berbahaya karena akan membuka potensi execive power," tulis Koalisi.
"Lebih berbahaya lagi, pelibatan militer dalam operasi militer selain perang tidak lagi memerlukan persetujuan DPR melalui kebijakan politik negara (kebijakan presiden dengan pertimbanagan DPR sebagaimana diatur pasal 7 ayat 3 UU TNI 34/2004), tetapi akan di atur lebih lanjut dalam PP sebagaimana diatur dalam draft RUU TNI," lanjut Koalisi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.