Selasa, 30 September 2025

PDIP Yakin MK Tolak Gugatan Soal Masa Jabatan Ketua Umum Partai Hanya 2 Periode

PDIP meyakini MK tidak akan mengabulkan gugatan uji materiil terkait pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik maksimal dua periode.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
GUGATAN DI MK - Ketua DPP PDIP Said Abdullah saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks, Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). Ia yakin MK tidak akan mengabulkan gugatan uji materiil terkait pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik maksimal dua periode. 

"Mencermati hal ini, kalaupun nanti MK menguji materiil atas pasal  23 ayat 1 UU Partai Politik, saya memperkirakan MK tidak akan mengabulkan permohonan uji materiil tersebut. Saya kira gugatan ini juga kurang tepat," ungkapnya.

Said menambahkan, jika ada keinginan untuk mengoreksi jalannya kepartaian, mekanisme yang tepat bukanlah melalui MK, melainkan melalui pemilu dan keanggotaan partai politik.

"Untuk mengoreksi jalannya kepartaian bukan mekanisme melalui MK, akan tetapi melalui pemilu dan keanggotaan partai politik. Mekanisme itulah mekanisme demokratis yang diatur oleh konstitusi," ucapnya.

Diketahui, gugatan ini diajukan oleh Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Edward Thomas Lamury pada Senin (10/3/2025), teregister dengan nomor 22/PUU-XXIII/2025.

Edward menggugat Pasal 23 ayat (1) UU Parpol, yang mengatur pergantian kepengurusan partai politik dilakukan sesuai AD/ART. 

Dia mengusulkan agar masa jabatan ketua umum parpol dibatasi maksimal 5 tahun dan hanya bisa dipilih kembali sekali.

"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART dengan syarat untuk pimpinan partai politik memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut," bunyi petitum pemohon. bunyi petitum permohonan.

Menurutnya, ketiadaan batasan masa jabatan ketua umum menyebabkan sentralisasi kekuasaan di satu figur, membuka peluang otoritarianisme, serta membentuk politik dinasti dalam partai.

Selain itu, Edward juga menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3, yang mengatur pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. 

Saat ini, pergantian anggota DPR bisa diusulkan oleh partai politik tanpa mekanisme pemilu. Ia menilai aturan itu bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Edward mengusulkan agar penggantian anggota DPR tetap melibatkan pemilih melalui mekanisme pemilu di daerah pemilihan (Dapil) anggota yang diberhentikan. 

“Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali," tuturnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved