Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Mahfud MD Apresiasi Prabowo soal Penanganan Korupsi: Kejagung Tak Seberani Itu Tanpa Izin Presiden

Mahfud MD mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung baru-baru ini.

Tangkap layar akun YouTube Mahfud MD Official
APRESIASI PRABOWO - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof Mahfud MD mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi baru-baru ini. Mahfud MD menilai ada peran Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung). 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof Mahfud MD mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi baru-baru ini.

Mahfud MD menilai ada peran Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Diketahui, Kejaksaan Agung menangani sejumlah kasus dugaan tindak pidana megakorupsi, seperti PT Timah, impor gula, hingga kasus Pertamina.

"Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak mendapat izin dari Presiden," ungkap Mahfud MD, dikutip dari Kompas TV, Sabtu (1/3/2025).

"Oleh sebab itu saya juga mengapresiasi bahwa presiden membiarkan Kejaksaan Agung itu bekerja, apapun motif, kalau ada motif politiknya terserah, tapi hukum tegak seperti itu," imbuh Mahfud.

Mahfud MD menilai, ini adalah langkah awal akan dilakukan dan perlu dilakukan Presiden Prabowo.

"Nah kita tunggu, jadi kita jangan sampai nihilis seakan-akan yang dilakukan pemerintah tuh salah terus, tidak ada gunanya. Ini ada gunanya, ada gunanya," tekannya.

Apalagi, lanjut Mahfud, Kejaksaan Agung kini telah berani masuk menangani sejumlah kasus seperti menangkap Dirjen di Kementerian Keuangan, ESDM, dan sebagainya.

Mahfud berharap, lembaga penegak hukum lainnya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri bisa mengikuti langkah berani Kejagung.

"Kita apresiasi, kita berharap juga KPK dan kepolisian melakukan hal yang sama tapi bersinergis bukan rebutan atau bersaing, sinergis saja bahwa semuanya ingin memberantas korupsi," ungkap Mahfud.

Baca juga: Soal Kasus Band Sukatani, Mahfud MD: Siapa yang Bisa Bantah di Polisi Banyak Pungli?

Kasus Pertamina

Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menangani kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina periode 2018-2023 yang merugikan negara Rp193,7 triliun.

Kejagung kembali menetapkan dua tersangka, yaitu Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga. 

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan penetapan tersangka terhadap Maya Kusmaya dan Edward Corne setelah ditemukan adanya alat bukti yang cukup terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan keduanya.

"Penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa kedua tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan tujuh tersangka kemarin," jelas Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025).

Peran Maya Kusmaya dan Edward Corne

Maya Kusmaya (MK) dan Edward Corne (EC) terlibat dalam proses perencanaan serta pelaksanaan blending atau pengoplosan Pertamax alias RON 92 dengan minyak mentah yang lebih rendah kualitasnya.

“Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” kata Abdul Qohar di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, dikutip dari Kompas.com.

Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang merupakan milik tersangka MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan tersangka GRJ yang merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

 Atas persetujuan dari tersangka, Riva Siahaan (RS), Maya, dan Edward melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 2.

Minyak yang dibeli ini kemudian dioplos oleh kedua tersangka sehingga menjadi RON 92 alias Pertamax.

Proses yang dilakukan oleh kedua tersangka baru ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan tata cara bisnis PT Pertamina Patra Niaga.

Maya dan Edward disebut melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode pemilihan penunjukan langsung.

Padahal, metode pembayaran bisa dilakukan dengan term atau dalam jangka panjang yang harganya dibilang wajar.

“Tetapi, dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha,” jelas Qohar.

Maya dan Edward juga mengetahui serta menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

Baca juga: Dulu Ditekan Atasan, Kini Ahok Siap Bongkar Korupsi di Pertamina, Akan Putar Semua Rekaman Rapat

7 Tersangka Lainnya

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, yang terdiri dari empat petinggi subholding Pertamina serta tiga broker minyak.

Petinggi Subholding Pertamina yang Jadi Tersangka:

  1. Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
  2. Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
  3. Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
  4. Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Broker Minyak yang Terlibat:

  1. MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
  2. DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
  3. GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Nuryanti) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved