Dorong Keseimbangan Representasi di Parlemen, Peran Perempuan dalam Demokrasi Tak Sekadar Pelengkap
Diah menyebut, perjuangan politik perempuan selalu berorientasi pada keadilan. Perempuan dipercaya punya peran sentral dalam demokrasi hari ini.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Ketua Yayasan Vanita Naraya, Diah Pitaloka menegaskan, perempuan di parlemen bukan sekadar pelengkap, tetapi memiliki posisi taktis dalam penyusunan kebijakan, politik anggaran, hingga isu ketahanan negara.
Keberadaan perempuan dalam parlemen semakin menunjukkan peran strategis dalam memperjuangkan kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Hal itu diungkapkan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Women, Peace and Security di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Diah menyoroti pentingnya keterwakilan perempuan dalam politik anggaran. Menurutnya, keseimbangan kekuasaan dalam alokasi anggaran negara perlu dikaji dari berbagai perspektif, termasuk dari sudut pandang kelompok afirmatif seperti perempuan dan disabilitas.
"Hari ini publik semakin sadar tentang pentingnya proporsi anggaran negara yang adil. Ini menunjukkan betapa pentingnya representasi perempuan dalam parlemen," ujar Diah,
Diah menyebut, perjuangan politik perempuan selalu berorientasi pada keadilan.
Perempuan dipercaya punya peran sentral dalam demokrasi hari ini.
"Harapan kami bisa terus berkolaborasi dalam membangun perjuangan keadilan yang lebih luas untuk negara ini," terangnya.
Ditambahkan anggota DPD RI, Badikenita Putri Sitepu, keterlibatan perempuan dalam parlemen tidak boleh hanya terpaku pada kuota 30 persen.
Perempuan harus mengambil peran sebagai penyeimbang dalam pengambilan kebijakan.
"Harus dihilangkan mindset perempuan hanya diberi 30 persen porsi. Sebaliknya, harus ditekankan pentingnya keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam politik," ujar Badikenita.
Selain itu, perempuan di parlemen perlu memiliki kapasitas dan kesiapan menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam kebijakan keamanan dan pertahanan.
Sehingga ketika berhadapan dengan isu-isu besar seperti konflik atau hukum, perempuan bisa memberikan pandangan yang matang dan berbobot.
"Perempuan harus mulai menyuarakan keseimbangan yang sesungguhnya dalam sistem politik, agar Indonesia bisa mencapai kondisi yang lebih adil dan makmur pada 2045," tambah Badikenita.
Sementara itu, Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45), Jaleswari Pramodhawardani menegaskan, perempuan memiliki peran strategis dalam upaya perdamaian, tetapi sering kali dikecualikan dalam proses formal.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Tim Independen LNHAM Pencari Fakta Rusuh Agustus 2025 Dibentuk Atas Inisiasi 6 Lembaga Nasional |
![]() |
---|
Represi Aparat di Aksi Protes Perpanjang Sejarah ‘September Hitam’, Pemerintah Diminta Bertindak |
![]() |
---|
Rumahnya Banjir Karangan Bunga, Kinerja Mentereng Uya Kuya sebagai Anggota DPR Diungkap Kolega |
![]() |
---|
Menteri PPPA Ajak Kaum Ibu Meneladani Rasulullah SAW dalam Memuliakan Perempuan dan Anak |
![]() |
---|
Rieke Diah Pitaloka Sebut Eko Patrio Tulus Kerja di DPR, Singgung Kinerja sang Pelawak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.