Akademisi: Penambahan Kewenangan Penegak Hukum Tidak Diperlukan, Bisa Ancam Kebebasan Sipil
Prof Dr Ali Syafaat, menilai, saat ini tidak diperlukan adanya penambahan kewenangan penegakan hukum, baik kejaksaan, Polri hingga TNI.
Penulis:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan, TNI, dan Polri dinilai memicu polemik di tengah masyarakat.
Sebab revisi tersebut memberikan kewenangan berlebihan sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
Demikian hal ini mengemuka dalam diskusi “Quo Vadis Penambahan Kewenangan Penegakan Hukum dan Urgensi Pengawasan Publik di Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Prof Dr Ali Syafaat, menilai, saat ini tidak diperlukan adanya penambahan kewenangan penegakan hukum, baik kejaksaan, Polri hingga TNI.
"Perubahan terhadap UU Kejaksaan belum memiliki urgensi. Begitupula RUU Polri dan RUU TNI. Jika ada penambahan Kewenangan pasti akan ada konflik kepentingan dan tumpang tindih kewenangan," katanya.
Menurutnya, penambahan kewenangan aparat pada RUU tersebut akan membuka potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
Jika ada permasalahan terkait penegakan hukum harusnya kewenangan lembaga pengawasan yang diperkuat bukan dengan memperluas kewenangan. Perubahan-perubahan terhadap UU ini yang disebut sebagai autocratic legalisme, berbahaya bagi demokrasi dan HAM juga negara hukum.
Tidak ada kewenangan yang kurang dan sempit dari UU yang sekarang ada ketika penegak hukum dan Militer menjalankan tugasnya, sehingga tidak perlu adanya revisi terhadap UU Polri, UU Kejaksaan dan RUU TNI."
Ia menambahkan, kalau revisi tersebut terus dipaksakan justru akan mengganggu dan mengancam kebebasan sipil.
"Kalau terus dipaksakan, justru kita jadi curiga ada apa ini terus dipaksakan, apa ada kepentingan kekuasaan," pungkasnya.
Sebelumnya, CENTRA Initiative menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU TNI, UU Polri, dan UU Kejaksaan.
CENTRA menyoroti pembahasan RUU yang tidak memiliki urgensi.
"RUU TNI sesungguhnya tidak memiliki urgensi yang mendesak untuk dibahas. Dalam rangka melakukan transformasi militer ke arah yang profesional," kata Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative Al Araf kepada wartawan, Selasa (18/2/2025) lalu.
Secara umum, Al Araf menolak RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan. Sebab, ketiga UU ini membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
"Lembaga penegak hukum maupun militer dengan kewenangan yang ada sekarang saja sudah berulangkali menyalahgunakan kewenangannya sehingga terjadi praktik korupsi, kekerasan dan penyimpangan lainnya," ujarnya.
Bareskrim Polri Respons Aduan Keluarga Mendiang Diplomat Arya Daru, Akan Berikan Asistensi |
![]() |
---|
Bareskrim Polri Ungkap Modus Operandi dan Kasus Menonjol Para Tersangka Kericuhan Demo |
![]() |
---|
Kabareskrim Polri Klaim Ratusan Tersangka yang Ditangkap Pelaku Kerusuhan, Bukan Pendemo |
![]() |
---|
Bareskrim: Total 959 Orang jadi Tersangka Demo Rusuh Agustus, 295 Anak Terlibat |
![]() |
---|
Refleksi Diri di Tengah Tugas Publik, 653 Personel Humas Polri Ikuti Sesi Pemulihan Mental |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.