Rabu, 1 Oktober 2025

IPW Soroti Penerapan Asas 'Dominus Litis' di RUU KUHAP, Berpotensi Timbulkan Arogansi Lembaga

IPW menilai ketentuan KUHAP memperluas prinsip Dominus Litis, menempatkan Jaksa Penuntut Umum menjadi satu Super Body.

TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
DOMINUS LITIS - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melakukan sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Jakarta, tahun lalu. Ia kini tengah menyoroti wacana penerapan Dominus Litis dalam RUU KUHAP. 

Terkait Dominus Litis, Sugeng mengungkapkan, tidak bisa lepas daripada kehidupan berkonstitusi dan politik hukum atau kebijakan politik hukum yang harus berdasarkan konstitusi.

Menurut Sugeng, dalam ketentuan UUD pasal 24 ayat 3 menyatakan bahwa Jaksa Agung atau Jaksa Agung Muda mewakili kepentingan umum dan melakukan tugas penuntutan di pengadilan.

“Jadi kontitusi sudah memberikan satu fungsi kepada Kejaksaan yaitu sebagai Penuntut Umum dalam sidang di pengadilan,” ungkapnya.

Artinya, Sugeng menyampaikan, sudah ada pemisahan tugas dan kewenangan yang disebut dengan diferensiasi fungsi, dimana Jaksa dalam konstitusi RI diberikan kewenangannya adalah melakukan penuntutan, walaupun kemudian ada diberikan juga kewenangan lain berdasarkan UU, tapi kewenangan lain ini tidak boleh bertabrakan dengan kewenangan lembaga negara yang lain.

“Polri juga kewenangannya diatur di dalam UUD 45, dalam ketentuan pasal 30 ayat 4 diatur Polri adalah alat negara yang bertugas melakukan perlindungan, pelayanan dan pengayoman serta penegakan hukum. Nah di dalam penegakan hukum ini sudah jelas berdasarkan KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981, tugas kepolisian adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.

Sugeng menegaskan, konstitusi sudah memberikan satu pembedaan atau pemisahan tugas, Polisi berdasarkan pasal 30 ayat 4 UUD 45 melakukan penegakan hukum dalam hal ini adalah penyelidikan dan penyidikan, sedangkan Kejaksaan berdasarkan pasal 23 UUD 45 diberikan kewenangan untuk mewakili negara atau mewakili masyarakat umum dalam melakukan penuntutan di pengadilan.

“Jadi kita kembali kepada prinsip-prinsip dasar itu,” katanya.

Sugeng mengungkapkan, jika wacana Dominus Litis dalam arti dominasi Kejaksaan di dalam penanganan perkara pidana diterapkan dalam RUU KUHAP, maka berarti munculnya kewenangan yang lebih besar dari Kejaksaan ketimbang Polri.

“Padahal di dalam konstitusi atau UUD 45 sudah diberikan pembedaan fungsi dan tugas, yaitu bahwa Polri melakukan Penyidikan secara independen, kemudian Jaksa melakukan penuntutan,“ ungkapnya.

Jika Dominus Litis di dalam RUU KUHAP itu diterapkan, Sugeng menyebutkan, maka akan muncul juga perbedaan di antara dua lembaga negara yang setara di dalam konstitusi, ketidaksetaraan berdasarkan peraturan KUHAP ini tentu bertentangan dengan teori Stuvenbou Theory.

“Berpotensi memunculkan arogansi satu institusi, yaitu arogansi institusi Kejaksaan atau aparatur Kejaksaan karena merasa memiliki kewenangan yang lebih besar, arogansinya bisa muncul,” ujarnya.

Sugeng mengungkapkan, Dominus Litis seperti dalam RUU KUHAP itu juga akan menimbulkan masalah konstitusional, yakni sengketa kelembagaan negara yang berujung kepada Mahkamah Konstitusi.

“Ini kan menimbulkan suatu praktek yang tidak baik. Kalau kita sudah bisa mengukur politik hukum ini akan menimbulkan masalah, sebaiknya jangan dilakukan,” ungkapnya.

“Jadi menurut saya, pemberian kewenangan kepada Kejaksaan untuk mengintervensi penyidikan atau bahkan mengambilalih, ini bisa membuat arogansi lembaga negara yang satu kepada yang lain, yaitu Kejaksaan kepada Kepolisian. Ini bisa menimbulkan keruntuhan moral daripada Kepolisian,” ujar Sugeng melanjutkan.

“Di dalam penyusunan UU, kita ingin menyusun satu UU yang menjangkau masa yang jauh ke depan, bukan kepentingan sesaat. Ini bisa menimbulkan masalah kalau Dominis Litis ini diterapkan secara serampangan, secara bertentangan dengan konstitusi,” katanya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved