Jumat, 3 Oktober 2025

Prabowo Ingin Menambah Lahan Sawit di Indonesia, Ini Kata Guru Besar IPB

Presiden Prabowo menegaskan bahwa penambahan lahan kelapa sawit tidak perlu dikhawatirkan sebagai ancaman deforestasi.

Setpres
Presiden Prabowo Subianto. Ia mengumumkan rencana untuk memperluas lahan kelapa sawit di Indonesia dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden RI Prabowo Subianto mengumumkan rencana untuk memperluas lahan kelapa sawit di Indonesia dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas.

Rencana ini sempat menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan ahli lingkungan.

Dalam pernyataannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa penambahan lahan kelapa sawit tidak perlu dikhawatirkan sebagai ancaman deforestasi.

"Ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit, enggak usah takut membahayakan deforestasi. Namanya kelapa sawit, ya pohon ada daunnya, kan? Dia mengeluarkan oksigen dan menyerap karbon dioksida," ujar Prabowo.

Dukungan dari Ahli

Rencana ini mendapat dukungan dari Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Yanto Santoso.

Menurut Yanto, perluasan lahan sawit di kawasan hutan yang rusak atau terdegradasi dapat meningkatkan produktivitas kawasan tersebut.

"Kalau kebun sawit yang ditanamkan Bapak Presiden itu akan ditanam di kawasan hutan yang sudah rusak, maka itu bukan deforestasi. Sebaliknya, ini akan meningkatkan produktivitas kawasan tersebut," kata Yanto, dikutip dari Tribun Bogor, Senin, 13 Januari 2025.

Yanto menjelaskan bahwa luas hutan terdegradasi di Indonesia mencapai 318 juta hektar, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ia menekankan bahwa mengembalikan hutan tersebut menjadi hutan alami sepenuhnya adalah hal yang sulit.

Oleh karena itu, memanfaatkan lahan tersebut untuk tanaman produktif seperti kelapa sawit dianggap sebagai solusi yang logis.

"Kalau sekarang hutan rusak dan pemerintah belum mampu menghutankan kembali secara utuh, mengapa tidak ditanami sawit? Ini meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pangan, serta menghasilkan energi seperti biosolar dan bensin dari minyak sawit," jelas Yanto.

Pendekatan Seimbang

Yanto juga mengingatkan pentingnya pendekatan yang seimbang dalam rencana ini.

Ia menyarankan agar 70 persen kawasan ditanami sawit, sementara 30 persen sisanya ditanami tanaman hutan unggulan seperti bangkirai, ulin, kayu hitam, atau meranti.

Halaman
12
Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved