Kebijakan HJE Dikhawatirkan Tak Mampu Efektif Menekan Konsumsi Rokok di Masyarakat
Peryataan ini merespons kebijakan pemerintah terkait Harga Jual Eceran (HJE) rokok.
"Kebijakan ini lebih menguntungkan industri rokok besar ketimbang menjadi solusi bagi masalah kesehatan masyarakat. Jika pemerintah ingin serius, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan konsisten dalam melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya rokok," katanya.
Advisor Indonesia Institute for Social Development (IISD), Sudibyo Markus menyoroti pentingnya pengendalian konsumsi rokok dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).
"Tembakau bukanlah komoditas unggulan perkebunan, melainkan tanaman semusim yang telah menjadi tradisi turun-temurun. Dalam sistem usaha yang monopsoni, petani tembakau selalu berada di posisi yang paling dirugikan karena seluruh rantai usaha tani sepenuhnya bergantung pada industri, khususnya tengkulak dan bandol yang menjadi perpanjangan tangan industri tembakau," ujar Sudibyo Markus.
Di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan kelas menengah akibat beban utang pemerintah, alih-alih menerapkan strategi fiskal dan non-fiskal yang komprehensif, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan PMK No. 97 Tahun 2024 yang hanya mengatur harga jual rokok secara eceran.
"Di tingkat mikro, klaim industri tembakau sebagai 'soko guru' perekonomian nasional terasa ironis, karena mereka terus mengeksploitasi petani tembakau yang selalu dirugikan,” jelasnya.
Sedangkan, Direktur CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Roosita Meilani Dewi menjelaskan perspektif mikro ekonomi dalam pengendalian tembakau dan menghitung harga transaksi pasar kesehatan masyarakat.
“Bagi Pengendalian kenaikan HJE cukup penting untuk menaikkan Harga transaksi pasar, sehingga tidak dapat terjangkau oleh masyarakat rentan yaitu masyarakat miskin dan remaja.”
“Kenaikan Harga Jual Eceran rokok tahun 2025 yang diatur dalam PMK 97 tahun 2024, diperkirakan tidak mampu menekan konsumsi. Karena Rokok jenis SKM dan SPM yang memiliki pangsa pasar tertinggi hanya naik 5-7 persen sedangkan SKT yang masih memiliki pangsa pasar rendah justru naik 18,6 persen. Padahal fakta lapangan menunjukkan bahwa rokok dengan jenis SKM dan SPM banyak dikonsumsi remaja dan perokok pemula,” tegasnya.
Perwakilan Vital Strategies, Lily S. Sulistyowati menekankan urgensi pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan harga rokok dengan penyesuaian pajak dan harga jual eceran (HJE), selain dapat mengurangi daya beli dan konsumsi rokok, juga penting untuk kesehatan masyarakat.
"Kenaikan harga rokok dapat mendorong alokasi pengeluaran ke kebutuhan yang lebih mendukung kesehatan dan kesejahteraan, sekaligus mengurangi beban kesehatan masyarakat akibat penyakit terkait rokok," jelas Lily.
Alasan Khawatir PHK Massal, KSPI Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif Cukai hingga 3 Tahun |
![]() |
---|
Pelaku Industri Dukung Upaya Pemerintah Berantas Rokok Elektrik Ilegal |
![]() |
---|
Ketua PP Muhammadiyah Ingatkan Menkeu Purbaya Masyarakat Butuh Fakta Bukan Kata-kata |
![]() |
---|
Singapura Samakan Vape dengan Narkoba, Indonesia Mengkhawatirkan, Bakal Hadapi Lonjakan Pengguna |
![]() |
---|
Soal Isu PHK Karyawan PT Gudang Garam, Ketua Umum KSPSI Soroti Dampak Rokok Ilegal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.