Jumat, 3 Oktober 2025

Kaleidoskop 2024

Kaleidoskop 2024: Desakan Masyarakat Lewat Peringatan Darurat Gagalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada

Gelombang penolakan berbagai elemen masyarakat lewat gambar garuda pancasila berlatar biru disertai tulisan 'Peringatan Darurat' mewarnai 2024.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
tangkap layar
Gambar 'Peringatan Darurat'. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada banyak peristiwa yang menjadi sorotan masyarakat sepanjang tahun 2024.

Satu di antaranya gelombang penolakan berbagai elemen masyarakat lewat gambar garuda pancasila berlatar biru disertai tulisan 'Peringatan Darurat' bertebaran di media sosial pertengahan 2024.

Peringatan darurat bisa dibilang menjadi momentum pergerakan masyarakat sipil terbesar di Indonesia.

Betapa tidak, jutaan gambar garuda berlatar biru yang beredar di medsos berhasil menggerakkan masyarakat untuk turun ke jalan.

Beredarnya gambar disertai sejumlah tanda pagar (tagar) berhasil menjadi trending topic, di antaranya #KawalPutusanMK, #KawalDemokrasi, #TolakPilkadaAkal2an, dan #TolakPolitikDinasti.

Ada banyak artis, akademisi, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat yang ikut turun ikut aksi demonstrasi.

Peringatan darurat merupakan gerakan masyarakat untuk memprotes rencana Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia atau DPR RI yang berusaha menjegal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PPU-XXII/2024 terkait ambang batas partai politik (parpol) dan batas usia peserta Pilkada.

Caranya, Badan Legislasi DPR RI menggelar revisi UU Pilkada secepat kilat.

Baca juga: UU Pilkada Digugat ke MK, Pemohon Minta Pejabat dan TNI/Polri Juga Dipenjara Jika Langgar Netralitas

Lembaga legislator mendadak langsung menggelar rapat panitia kerja (panja) revisi UU Pilkada atau sehari setelah keluarnya putusan MK pada 21 Agustus 2024.

Seusai pembahasan, keesokan harinya, DPR RI langsung menjadwalkan rapat paripurna untuk mengesahkan aturan tersebut.

Hal ini menjadi anomali karena pembahasan UU itu terkesan spesial di tengah banyaknya pembahasan UU yang masih mangkrak seperti RUU Perampasan Aset.

Dalam rapat Badan Legislasi DPR RI, mereka merevisi UU Pilkada dan mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas syarat pencalonan kepala daerah dan usia bakal calon kepala daerah.

Rinciannya, DPR RI mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah Pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.

Kedua, mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah yaitu 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan.

Baca juga: MAKI Kritik DPR usai Sebut RUU Perampasan Aset Dibahas Periode Selanjutnya: Revisi UU Pilkada Sehari

Meskipun MK menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU.

Padahal, MK sendiri sudah berulang kali menegaskan bahwa putusan Mahkamah berlaku final dan mengikat.

Bahkan, majelis hakim konstitusi sudah mewanti-wanti konsekuensi untuk calon kepala daerah yang diproses dengan pembangkangan semacam itu.

Achmad Baidowi, yang saat itu menjadi Wakil Ketua Baleg DPR RI menyebut pihaknya bekerja atas nama konstitusi. 

Dia juga tidak mempersoalkan banyak pihak yang memprotes upaya dari DPR tersebut.

Menurutnya, DPR dan pemerintah memiliki kekuasaan dalam rangka pembentukan undang-undang sesuai amanat UUD 1945. 

Sementara MK memiliki tugas lainnya sebagaimana diatur dalam UU.

"Mahkamah Konstitusi sifatnya adalah negatif legislasi. Jadi membatalkan ataupun menolak, bukan merumuskan norma," ucap Baidowi.

Sementara itu, Presiden Jokowi juga rupanya tidak menanggapi serius terkait gelombang penolakan masyarakat tersebut. 

Dia bilang putusan MK dan DPR merupakan bagian dari proses konstitusi yang biasa terjadi di Indonesia.

"Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," ucapnya.

Lebih lanjut Jokowi mengaku akan menghormati Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Putusan MK.

"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara," imbuhnya.

Gelombang Penolakan Lewat Peringatan Darurat

Malam hari media sosial mulai bergemuruh atas keputusan DPR untuk tetap tancap gas mengesahkan revisi UU Pilkada saat paripurna pada 21 Agustus 2024.

Artis, akademisi, mahasiswa, buruh hingga tokoh agama mulai menggugah peringatan darurat bergambar burung garuda berlatar biru.

Bahkan, unggahan itu dibagi masif hingga dibagikan jutaan orang di semua platform media sosial.

Tak hanya itu, mereka juga menyiapkan gerakan penolakan revisi UU Pilkada dengan aksi turun ke jalan besar-besaran di sejumlah daerah di Indonesia.

Di Gedung DPR RI, berbagai elemen masyarakat juga turun ke jalan untuk menolak pengesahan revisi UU Pilkada tersebut.

Termasuk deretan artis di antaranya Reza Rahadian, Abdel Achrian, Andovi Da Lopez, Bintang Emon, Arie Kriting, Mamat Alkatiri, Abdur Arsyad, Joko Anwar, Keanu Agl hingga Rigen.

Gelombang penolakan masif juga terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. 

Bahkan, ada sejumlah aksi yang berujung ricuh dan bentrokan dengan aparat kepolisian.

Namun, gerakan peringatan darurat itu pun berbuah manis.

Pimpinan DPR memutuskan untuk membatalkan adanya pengesahan revisi UU Pilkada tersebut.

DPR sedianya menggelar rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada pada Kamis 22 Agustus 2024 pagi.

Namun, pengesahan mendadak ditunda lantaran rapat paripurna tidak memenuhi kuorum karena banyak anggota DPR RI yang tidak datang.

Awalnya, rapat paripurna hanya didatangi 86 orang anggota DPR dengan 10 orang di antaranya dari Fraksi Gerindra.

Jumlah anggota yang hadir tersebut berbeda dari yang disebutkan pimpinan DPR ketika membuka rapat paripurna, yakni 89 orang anggota. 

Mengacu ketentuan forum sidang yang diatur dalam Pasal 279 dan 281 Peraturan Tata Tertib DPR (Peraturan Tatib DPR), rapat paripurna dilaksanakan apabila kuorum memenuhi ketentuan 50 persen plus satu dari total 575 orang anggota DPR RI.

Namun, pada sore harinya, DPR akhirnya resmi memutuskan untuk membatalkan pengesahan RUU Pilkada.

Dengan begitu, putusan MK lah yang berlaku untuk pendaftaran Pilkada pada 27 Agustus 2024 lalu.

"Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan JR MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai dong," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

Batalnya pengesahan RUU Pilkada berimbas besar dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Daerah-daerah yang semula hanya bisa dimajukkan paslon tunggal kini memiliki calon alternatif.

Sebut saja, Pilkada Sumatera Utara yang sebelumnya seluruh parpol mendukung paslon menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution dan Surya kini ada paslon alternatif.

Yakni, PDIP yang mendorong paslon Edy Rahmayadi dan Hasan Basri.

Lalu, Pilkada Jawa Tengah yang semula Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus mendorong duet Ahmad Luthfi dan Taj Yasin kini sempat mendapatkan lawan dengan paslon yang diusung PDIP yaitu Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi.

Kemudian, Pilkada Jakarta yang memunculkan paslon Pramono Anung dan Rano Karno sebagai calon alternatif dari PDIP. Belakangan paslon ini juga memenangkan kontestasi melawan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardhana. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved