Terlebih, tambahnya, saat ini setiap kementerian dan lembaga pasti memiliki lembaga peradilan etik internal. Meski semuanya bergerak masing-masing.
"Sekarang hampir semua lembaga negara kita sudah punya kode etik. Sekarang, semua undang-undang yang mengatur tentang lembaga negara dan organisasi profesi, pasti di dalamnya ada kode etik. Tapi ini belum terpadu," jelas Jimly.
Lebih lanjut, ia memberikan contoh kasus etika yang dapat ditangani Mahkamah Etika Nasional, jika nantinya terbentuk. Dalam hal ini, kasus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang resmi memberhentikan mantan Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.
"Contoh dokter Terawan diberhentikan oleh IDI, nah ini kan mantan menteri. Jadi waktu sidang terakhir oleh IDI enggak mau datang dia. Maka gara-gara dia tidak mau datang, dipecat dia," imbuh Jimly.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.