Jumat, 3 Oktober 2025

Wacana Pembentukan Mahkamah Etika Nasional, Jubir KY: Perlu Komitmen Semua Komponen Pemerintahan

eks Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengusulkan dibentuknya lembaga bernama Mahkamah Etika Nasional.

Tangkap layar
Anggota dan Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata, dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta, pada Jumat (12/7/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menerima ide mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengenai pembentukan Mahkamah Etika Nasional.

Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, memahami gagasan Jimly agar Komisi Yudisial tidak hanya menjadi lembaga etik untuk hakim saja, melainkan juga untuk semua pejabat negara.

Baca juga: Di Hadapan Jokowi, Puan Tekankan Pentingnya Etika Politik

"Dari kalimat beliau ya bukan berarti membentuk lembaga baru. Namun memperluas eksistensi KY. Begitu yang saya pahami," kata Mukti, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Sabtu (24/8/2024).

KY menerima secara terbuka gagasan tersebut. 

Namun demikian, kata Mukti, apa yang disampaikan Jimly itu baru gagasan. Sebab, ia menjelaskan, perlu adanya komitmen yang sama dari semua komponen pemerintahan agar ide diadakannya Mahkamah Etika Nasional tersebut dapat terealisasi.

Baca juga: Elite PKB Singgung Etika PBNU Soal Rencana Panggil Cak Imin

"Ya itu baru gagasan. Secara gagasan ya oke saja. Asalkan memang ada political will dari semua komponen pemerintahan dengan komitmen yang sama," kata Mukti Fajar.

Sebelumnya, eks Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengusulkan dibentuknya lembaga bernama Mahkamah Etika Nasional.

Hal ini disampaikan Jimly dalam acara peringatan HUT ke-19 Komisi Yudisial (KY) yang bertajuk 'Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial' di gedung Komisi Yudisial, Jakarta, pada Selasa (24/8/2024).

Awalnya Jimly menyoroti mengenai pentingnya fungsi KY sebagai lembaga pengawas hakim. Ia mengatakan, fungsi pengawasan dan penegakkan etik tersebut sebaiknya tidak hanya pada hakim, tapi juga bisa berlaku pada pejabat publik lainnya.

Terkait hal itu, ia kemudian menyampaikan ide pembentukan lembaga dengan nama Mahkamah Etika Nasional. 

Menurutnya, tujuan diadakannya lembaga etik tersebut untuk memberi kesempatan individu yang dijatuhi sanksi etik agar dapat melakukan kasasi ke lembaga pengadilan kode etik yang berskala nasional.

"Bisa enggak kita manfaatkan pintu masuk konstitusionalnya adalah KY ini. Ditambahin perilaku hakim dan pejabat publik lainnya. Bukan cuma mikirin mengenai hakim, tapi semua pejabat publik lainnya," ucap Jimly.

Ia menjelaskan, pejabat publik yang dimaksudnya tersebut, meliputi pejabat pemerintahan, dan pejabat profesi yang menyangkut kepentingan publik, misalnya seperti profesi akuntan.

Jika Mahkamah Etika Nasional itu dapat terealisasi, Jimly menilai, hal ini akan memperbaiki tatanan sistem etika di Indonesia.

Baca juga: Etika Negara Demokrasi, Membangun Politik, Hukum dan Ekonomi Bermartabat

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved