Judi Online
Beda Kata 3 Menteri soal Korban Judi Online Terima Bansos: Muhadjir-Risma Setuju, Airlangga Tolak
Beda pendapat disampaikan 3 menteri terkait wacana korban judi online menerima bantuan sosial (bansos). Muhadjir-Risma setuju, tapi Airlangga menolak.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Tiga menteri menyampaikan pernyataan berbeda terkait korban judi online memperoleh bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
Awalnya, wacana ini disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.
Dia menuturkan korban judi online diperbolehkan mendapat bansos lantaran dianggapnya banyak yang berlatarbelakang dari keluarga miskin.
"Termasuk banyak yang menjadi miskin (akibat judi online). Baru itu menjadi tanggung jawab kita, tanggung jawab dari Kemenko PMK," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Muhadjir mengatakan, akibat dampak judi online, pihaknya banyak memberikan pendampingan bagi para korban.
Bahkan, dia memasukan mereka dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bansos.
"Ya kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online misalnya kemudian kita masukan di dalam DTKS sebagai penerima bansos, ya," ujarnya.
Kebijakan Muhadjir ini pun disetujui oleh Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini.
Baca juga: Korban Judi Online Dapat Bansos, Risma: Sepanjang Dia Miskin, Dia Berhak
Risma mengungkapkan bansos bisa diterima jika korban judi online termasuk dalam kategori miskin.
"Ya dia sepanjang dia miskin dia berhak, judi online sepanjang dia miskin ya dia berhak. Pokoknya tidak dilarang oleh negara ya saya siap. Pokoknya miskin," kata Risma di Pandeglang, Banten, Jumat (14/6/2024).
Risma menegaskan bahwa korban judi online tersebut harus sudah terdata, sehingga dapat dimasukkan ke DTKS.
Menurutnya, para korban judi online tidak bisa dimasukkan ke DTKS jika tidak terdata.
Mantan Wali Kota Surabaya ini menyontohkan bantuan yang diberikan kepada para PMI yang menjadi korban TPPO di Malaysia.
"Ya harus ada datanya. Kalau enggak ada datanya kan enggak bisa," tutur Risma.
"Seperti TPPO kami punya, jadi kami kemarin pekerja imigran itu ada 290 berapa yang dikeluarkan dari tahanan Malaysia. Itu ya kita bantu, kita tangani. Tapi kan ada datanya," sambungnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.