Sabtu, 4 Oktober 2025

'Nobel Perdamaian Asia' Zayed Award dan Ujian Pelaksanaan Pemilu 2024 Damai

Nama Zayed Award diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada Syekh Zayed Sultan Al-Nahyan sebagai pendiri Uni Emirat Arab.

Ist
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan rasa terima kasih atas penghargaan Zayed Award 2024 yang diberikan kepada Muhammadiyah. 

Muhammadiyah kata Dzul dalam misi perdamaian telah memainkan ikut berperan penting dalam penyelesaian konflik di Filipina bagian selatan dan Thailand bagian selatan. Muhammadiyah kata Dzul Fikar juga telah menjalankan program kemanusiaan di Rohingya dan Cox’s Bazar di Bangladesh.

Selain itu, Muhammadiyah memulihkan pendidikan sebagaimana membangun Madrasah di Beirut untuk anak-anak Palestina dan satu sekolah di Rahine untuk anak-anak Rohingya. 

Haedar Nashir menyampaikan, bahwa apa yang dilakukan Muhammadiyah adalah “Semua itu dilatarbelakangi oleh rasa kemanusiaan dan kesadaran bahwa dalam peradaban modern, seluruh umat manusia berhak hidup bahagia dan hidup berdampingan secara damai tanpa adanya diskriminasi, penderitaan, dan penindasan," kata Haedar.

Nahdlatul Ulama (NU) juga berkomitmen dalam pembumian Kemanusiaan Universal sebagai bentuk dari misi Global. NU terus membangun dialog International, pemuka agama dan tokoh lainnya untuk membumikan gagasan Kemanusiaan Universal. Tidak sekedar dialog, NU juga telah terlibat aktif dalam perdamaian dunia sebagaimana yang dilakukan NU dalam penyelesaian konflik di Afghanistan. Begitu juga NU terlibat negosiasi dengan Taliban.

Sudah tidak diragukan lagi peran kemanusiaan, peran perdamaian yang dilakukan Muhammadiyah dan NU, tidak hanya regional, nasional namun juga di dunia Internasional," kata Dzul Fikar.

Penghargaan Zayed Award lanjutnya juga meneguhkan dua hal penting. Pertama, Islam Indonesia adalah Islam yang ramah bukan Islam marah dengan menjunjung tinggi kedamaian dan keamanan. 

"Kita menyadari, bahwa dengan adanya globalisasi gerakan transnasional keagamaan juga tidak terhindarkan masuk ke Indonesia. Belakangan seolah Islam Indonesia yang tampil adalah Islam dengan wajah ‘kemarahan’, sebagaimana politik identitas," kata Dzul Fikar.

Kedua, karakter utama bangsa Indonesia adalah cinta damai. Sebagaiamana dapat terlihat dari pembukaan UUD 1945 pada alinea satu “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapauskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.

"Dalam konteks perdamaian itu, kini karakter bangsa Indonesia akan diuji dalam proses pemilu 14 Februari 2024 mendatang. Kualitas pemilu akan menjadi cerminan ke-Indonesiaan akan semakin menguat atau sebaliknya semakin memudar," ujarnya.

"Kita telah melewati proses pemilu yang keras, pada pemilu 2019 yang lalu akibat polarisasi dan politik Identitas, yang memecah belah kewargaan Indonesia. Oleh karena itu, kedewasaan politik sangat diperlukan, agar perbedaan politik tidak berujung celaka," tambah Dzul Fikar.

Posisi Muhammadiyah dan NU dalam politik lima tahunan sudah sangat jelas, Muhammadiyah dan NU tidak terlibat dalam politik praktis, Muhammadiyah dan NU netral. Posisi ini menegaskan bahwa Muhammadiyah dan NU akan menjadi kanopi atau payung kebangsaan. Muhammadiyah dan NU akan tetap bekerja sama secara proporsional dengan negara untuk memajukan kualitas umat, pendidikan, sosial dan kesehatan siapapun yang terpilih. Dan sebaliknya negara tidak boleh abai kepada Muhammadiyah dan NU.

"Sekali lagi, kami ucapkan atas penghargaan Zayed Award for Human Fratenity kepada Muhammadiyah dan NU, membawa wajah Islam Indonesia yang damai di kancah global," tutup Dzul Fikar. (Willy Widianto)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved