'Nobel Perdamaian Asia' Zayed Award dan Ujian Pelaksanaan Pemilu 2024 Damai
Nama Zayed Award diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada Syekh Zayed Sultan Al-Nahyan sebagai pendiri Uni Emirat Arab.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua organisasi Islam besar Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) memperoleh penghargaan 'Nobel Perdamaian Asia' Zayed Award for Human Fratenity di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Penghargaan ini sekaligus pengakuan dunia Internasional bahwa corak Islam Indonesia damai dan aman.
Diketahui Zayed Award for Human Fraternity didirikan pada 4 Februari 2019.
Baca juga: Kepada Wapres, Sekjen Zayed Award for Human Fraternity Minta Indonesia Konsisten Suarakan Perdamaian
Penghargaan ini hasil pertemuan pemimpin Gereja Katolik, Yang Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Yang Mulia Profesor Ahmed Al-Tayeb di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dimana keduanya berkomitmen melalui penandatanganan dokumen persaudaraan kemanusiaan.
Nama Zayed Award diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada Syekh Zayed Sultan Al-Nahyan sebagai pendiri Uni Emirat Arab yang memiliki semangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan toleransi antar umat manusia.
Zayed Award for Human Fraternity adalah penghargaan independen internasional memberikan penghargaan kepada individu, organisasi dan entitas lain atas kontribusinya yang besar terhadap persaudaraan kemanusiaan.
Baca juga: Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir Terima Nobel Perdamaian Asia Zayed Award di Abu Dhabi
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzul Fikar Ahmad Tawwala mengatakan dengan penghargaan tersebut menjadi pembuktian bahwa dunia Internasional mengakui bahwa Islam yang dihadirkan di bumi Indonesia adalah Islam yang damai, Islam yang ramah, Islam yang membawa kemajuan kemanusiaan.
Hal tersebut kata Dzul Fikar sejalan dengan kajian Profesor Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam bukunya Indonesia dan Keindonesiaan: prespektif sosiologis (2019) bahwa Islam lahir dari proses yang panjang melalui jalur damai memiliki karakter moderat (washatiyyah).
"Karena itulah, Islam Indonesia berkembang menjadi muslim terbesar di dunia," ujar Dzul Fikar, Rabu (7/2/2024).
Menurutnya proses Islamisasi autentik secara indigeneous menghadirkan Islam Indonesia yang membentuk muslim lembut, damai, toleran dan harmoni.
Atas penghargaan yang diberikan kepada Muhammadiyah dan NU menurut Dzul Fikar Presiden Joko Widodo ikut bangga dan menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Muhammadiyah dan NU.
"Penghargaan ini tidak hanya menjadi menjadi kebanggaan Muhammadiyah dan NU, namun seluruh rakyat Indonesia. Presiden Jokowi semakin menegaskan, akan semakin semangat untuk terus bekerja maksimal dalam menjalankan peran kemanusiaan di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional," ujarnya.
Kerja-kerja perdamaian lanjut Dzul Filar telah ditunjukkan pemerintah Indonesia dengan komitmen yang tinggi berupaya maksimal untuk mewujudkan perdamaian dunia, sebagaimana amanat konstitusi dalam pembukaan UUD 1945. Indonesia mendukung penuh Kemerdekaan Palestina, begitu pun mengutuk tindakan keji Israel.
Selain itu, katanya Presiden Joko Widodo mungkin satu-satunya pemimpin negara yang berani menjadi juru damai di tengah Rusia dan Ukraina. Presiden berkunjung langsung ke dua negara yang terlibat konflik tersebut.
Baca juga: Megawati Jadi Juri Zayed Award Diusulkan Imam Besar Al-Azhar, Wakili Kalangan Pejuang Perempuan
Muhammadiyah kata Dzul dalam misi perdamaian telah memainkan ikut berperan penting dalam penyelesaian konflik di Filipina bagian selatan dan Thailand bagian selatan. Muhammadiyah kata Dzul Fikar juga telah menjalankan program kemanusiaan di Rohingya dan Cox’s Bazar di Bangladesh.
Selain itu, Muhammadiyah memulihkan pendidikan sebagaimana membangun Madrasah di Beirut untuk anak-anak Palestina dan satu sekolah di Rahine untuk anak-anak Rohingya.
Haedar Nashir menyampaikan, bahwa apa yang dilakukan Muhammadiyah adalah “Semua itu dilatarbelakangi oleh rasa kemanusiaan dan kesadaran bahwa dalam peradaban modern, seluruh umat manusia berhak hidup bahagia dan hidup berdampingan secara damai tanpa adanya diskriminasi, penderitaan, dan penindasan," kata Haedar.
Nahdlatul Ulama (NU) juga berkomitmen dalam pembumian Kemanusiaan Universal sebagai bentuk dari misi Global. NU terus membangun dialog International, pemuka agama dan tokoh lainnya untuk membumikan gagasan Kemanusiaan Universal. Tidak sekedar dialog, NU juga telah terlibat aktif dalam perdamaian dunia sebagaimana yang dilakukan NU dalam penyelesaian konflik di Afghanistan. Begitu juga NU terlibat negosiasi dengan Taliban.
Sudah tidak diragukan lagi peran kemanusiaan, peran perdamaian yang dilakukan Muhammadiyah dan NU, tidak hanya regional, nasional namun juga di dunia Internasional," kata Dzul Fikar.
Penghargaan Zayed Award lanjutnya juga meneguhkan dua hal penting. Pertama, Islam Indonesia adalah Islam yang ramah bukan Islam marah dengan menjunjung tinggi kedamaian dan keamanan.
"Kita menyadari, bahwa dengan adanya globalisasi gerakan transnasional keagamaan juga tidak terhindarkan masuk ke Indonesia. Belakangan seolah Islam Indonesia yang tampil adalah Islam dengan wajah ‘kemarahan’, sebagaimana politik identitas," kata Dzul Fikar.
Kedua, karakter utama bangsa Indonesia adalah cinta damai. Sebagaiamana dapat terlihat dari pembukaan UUD 1945 pada alinea satu “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapauskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.
"Dalam konteks perdamaian itu, kini karakter bangsa Indonesia akan diuji dalam proses pemilu 14 Februari 2024 mendatang. Kualitas pemilu akan menjadi cerminan ke-Indonesiaan akan semakin menguat atau sebaliknya semakin memudar," ujarnya.
"Kita telah melewati proses pemilu yang keras, pada pemilu 2019 yang lalu akibat polarisasi dan politik Identitas, yang memecah belah kewargaan Indonesia. Oleh karena itu, kedewasaan politik sangat diperlukan, agar perbedaan politik tidak berujung celaka," tambah Dzul Fikar.
Posisi Muhammadiyah dan NU dalam politik lima tahunan sudah sangat jelas, Muhammadiyah dan NU tidak terlibat dalam politik praktis, Muhammadiyah dan NU netral. Posisi ini menegaskan bahwa Muhammadiyah dan NU akan menjadi kanopi atau payung kebangsaan. Muhammadiyah dan NU akan tetap bekerja sama secara proporsional dengan negara untuk memajukan kualitas umat, pendidikan, sosial dan kesehatan siapapun yang terpilih. Dan sebaliknya negara tidak boleh abai kepada Muhammadiyah dan NU.
"Sekali lagi, kami ucapkan atas penghargaan Zayed Award for Human Fratenity kepada Muhammadiyah dan NU, membawa wajah Islam Indonesia yang damai di kancah global," tutup Dzul Fikar. (Willy Widianto)
Berapa Hari Lagi Lebaran Idul Fitri 2026? Cek Tanggal Pastinya |
![]() |
---|
Berapa Hari Lagi Puasa Tahun 2026? Ini Tanggal Awal Ramadhan Muhammadiyah dan Pemerintah |
![]() |
---|
Kapan Puasa Ramadhan 2026? Ini Versi Muhammadiyah dan Pemerintah |
![]() |
---|
Anak Driver Ojol di Ponorogo Lolos Beasiswa Kedokteran UMY, Motor Tua Jadi Saksi Perjuangan |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Canangkan Transisi Energi Bersih, Sekolah Terapkan Penggunaan Panel Surya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.