Kamis, 2 Oktober 2025

Fraksi PKS Tegas Tolak Revisi UU Pilkada: Sangat Dipaksakan Dibahas Saat Reses

Fraksi PKS DPR RI tegas menolak revisi UU Pilkada. Mardani Ali Sera ungkap delapan alasan pihaknya menolak.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/8/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera, membacakan pandangan Fraksi menyikapi hasil Panja Penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-undang oleh Panja Badan Legislasi, Rabu (25/10/2023).

Dalam pandangannya, Fraksi PKS secara tegas menolak revisi UU Pilkada tersebut.

"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan menolak hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-undang, untuk dilanjutkan ke tahapan berikutnya berdasarkan peraturan perundang-undangan," kata Mardani.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Harus Berani Keluar dari Kungkungan Pasal 158 UU Pilkada

Ada beberapa catatan kritis yang menjadi sikap Fraksi PKS menolak revisi UU Pilkada untuk mengakomodir percepatan jadwal Pilkada dari November bergeser ke September 2024.

Berikut catatan Fraksi PKS atas sikap penolakan terhadap revisi UU Pilkada.

Pertama; Fraksi PKS menilai bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sesuai dengan amanat Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan pelaksanaan sistem demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Baca juga: PDIP : Perubahan UU Pilkada Serentak Belum Diperlukan

Pilkada yang dilaksanakan secara langsung ini diharapkan dapat menjamin tercapainya kualitas pemerintahan daerah yang berjalan baik dengan dukungan masyarakat seluas-luasnya.

Dalam Pilkada langsung, diharapkan partisipasi masyarakat tinggi sehingga Kepala Daerah yang terpilih memiliki tanggung jawab terhadap publik yang besar karena keterpilihannya ditentukan oleh mayoritas masyarakat. Oleh sebab itu, pengaturan tentang Pilkada harus menjunjung semangat demokrasi yang beradab dan tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan, serta mengedepankan kepentingan masyarakat dan menghormati hukum dan proses yang telah ditetapkan.

Fraksi PKS menilai perumusan kembali jadwal Pilkada harus dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek, meskipun percepatan jadwal Pilkada bisa berdampak positif karena mengurangi waktu jabatan Kepala Daerah yang diisi oleh Penjabat (Pj) Kepala Daerah;

Kedua, Fraksi PKS beranggapan bahwa penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU tentang Pilkada ini dilakukan dengan tergesa-sega, untuk dilakukan pembahasaannya bahkan pada saat masih Masa Reses DPR.

Fraksi PKS menilai tidak ada urgensi untuk dengan sesegera mungkin membahas RUU Pilkada ini di Masa Reses DPR yang seharusnya digunakan oleh Anggota untuk terjun langsung melakukan aktivitas di tengah-tengah masyarakat;

Ketiga, Fraksi PKS juga menilai penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU tentang Pilkada ini terkesan sangat dipaksakan karena RUU Pilkada ini bukan termasuk daftar RUU Prioritas Prolegnas Perubahan Tahun 2023 maupun Tahun 2024. Selain itu, Fraksi PKS menilai landasan penyusunan RUU Pilkada ini yang dibahas sebagai RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan Mahkamah Konstitusi juga kurang tepat.

Hal ini karena Putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan pengujian UU Pilkada hanya mengabulkan pengaturan tentang Panwaslu dan syarat Calon Kepala Daerah, dan tidak ada amanat soal perubahan jadwal Pilkada Tahun 2024 untuk dipercepat pelaksanaannya;

Keempat, Fraksi PKS menilai bahwa perubahan jadwal Pilkada dapat berdampak terhadap ketidaksiapan penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melaksanakan Pilkada sebab rentang waktu Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Pemilihan Kepala Daerah yang terlalu dekat, terutama apabila Pilpres mengalami dua kali perputaran pemilihan.

Hal ini akan berdampak terhadap kualitas dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu karena rangkaian persiapannya dilakukan dalam jangka waktu yang hampir bersamaan;

Kelima, Fraksi PKS berpandangan bahwa percepatan jadwal pelaksanaan Pilkada akan berdampak pada dibutuhkannya biaya penyelenggaraan Pilkada yang lebih besar sehingga tidak efisien.

Hal tersebut disebabkan waktu persiapan Pilkada menjadi lebih singkat sehingga biaya untuk persiapan seperti pengadaan logistik Pilkada, biaya pelatihan petugas, biaya operasional dan biaya lainnya yang berkaitan dengan Pilkada harus dipersiapkan secara cepat untuk mengejar dipercepatnya waktu pelaksanaan Pilkada;

Keenam, Fraksi PKS menilai bahwa percepatan Pilkada 2024 menjadi pada bulan September mengurangi waktu persiapan bagi peserta Pilkada sehingga bisa berpotensi merugikan partai politik yang akan menyiapkan seleksi internal bagi Calon Kepala Daerah yang akan diusungnya.

Hal ini disebabkan partai politik tidak memiliki waktu yang cukup memadai dalam membangun soliditas politik internal untuk persiapan pencalonan Kepala Daerah apalagi setelah mengikuti rangkaian kontestasi Pemilu Anggota Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024;

Ketujuh, Fraksi PKS berpandangan bahwa dengan percepatan jadwal Pilkada tersebut berdampak pada waktu kampanye menjadi sangat singkat yaitu maksimal 35 hari, sehingga proses kampanye ide dan gagasan kepada masyarakat menjadi lebih terbatas dan tidak optimal.

Hal ini tentu kurang baik dalam penyelenggaraan Pilkada langsung karena masyarakat tidak diberi kesempatan yang optimal untuk mengenal kandidat Kepala Daerah. Selain itu, waktu kampanye yang relatif pendek bisa berpotensi membuat Calon Kepala Daerah melakukan cara-cara instan untuk populer dan dipilih masyarakat, misalnya dengan melakukan politik uang;

Kedelapan, Fraksi PKS bersikap bahwa percepatan pelaksanaan Pilkada yang sebelumnya diatur pada bulan November 2024 menjadi pada bulan September Tahun 2024 akan menimbulkan prasangka dan kegaduhan masyarakat sehingga bisa mendorong ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu karena sangat kentara dengan kepentingan politik, bukan kepentingan publik.

Percepatan pelaksanaan Pilkada menjadi pada September 2024 atau satu bulan menjelang berakhirnya masa periode Presiden pada Oktober 2024, bisa menimbulkan spekulasi publik bahwa pemerintah yang sedang berkuasa ingin menggunakan sumber daya pemerintahan yang ada untuk mendukung pasangan Calon Kepala Daerah tertentu sehingga pengaturan ini dinilai hanya untuk menguntungkan kepentingan elitis saja.

Hal ini mengingat bahwa pemerintah yang sedang berkuasa mempunyai akses terhadap kebijakan publik dan program sosial yang dapat diberdayagunakan untuk meningkatkan peluang kemenangan Calon Kepala Daerah yang didukungnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved