Sabtu, 4 Oktober 2025

Anggota Komisi VIII DPR RI Sebut Polemik Nikah Beda Agama Seharusnya Diakhiri

Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menyebut bahwa polemik pernikahan beda agama sudah seharusnya diakhiri.

Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
Kolase Tribunnews
Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menyebut bahwa polemik pernikahan beda agama sudah seharusnya diakhiri. 

Oleh karena itu, MK dapat mengadili permohonan yang diajukan oleh pemohon, yakni Ramos Petege seorang pemeluk agama Katolik yang ingin menikah dengan perempuan beragama Islam.

Selain itu, pemohon dalam perkara ini dinyatakan memiliki kedudukan hukum.

Baca juga: Uji Materi UU Perkawinan Ditolak MK, Pernikahan Beda Agama Tetap Dilarang

Sebagai informasi, sebelumnya perkara gugatan terkait pernikahan agama awalnya dimohonkan oleh Ramos Petege pada 2022 lalu.

Ramos diketahui merupakan seorang penganut agama Katolik yang tidak bisa menikahi pasangannya yang beragama Islam.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak keseluruhan uji materi terkait pernikahan beda agama dalam Undang-undang (UU) Perkawinan. Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menyebut bahwa polemik pernikahan beda agama sudah seharusnya diakhiri.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak keseluruhan uji materi terkait pernikahan beda agama dalam Undang-undang (UU) Perkawinan. Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menyebut bahwa polemik pernikahan beda agama sudah seharusnya diakhiri. (Kolase Tribunnews)

Sehingga hubungannya kandas dan gagal menikahi kekasihnya tersebut.

Kemudian, Ramos mengajukan permohonan uji materi terhadap UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam gugatannya, Ramos menyatakan bahwa jalinan asmaranya tersebut kandas karena memiliki perbedaan agama.

Gugatan itu tercatat di laman MK dengan nomor 24/PUU-XX/2022.

Baca juga: Sule Sudah Nasihati Anaknya soal Pacaran Beda Agama: Kita Lihat Endingnya

Menurut Ramos, syarat sah suatu perkawinan yang diatur dalam UU Nomor 1/1974 memberikan ruang seluas-luasnya bagi hukum agama dan kepercayaan dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan.

Namun, UU tidak memberikan pengaturan jika perkawinan tersebut dilaksanakan oleh orang yang berbeda keyakinan.

"Ketidakpastian tersebut secara aktual telah melanggar hak-hak konstitusional yang dimiliki pemohon, sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinan karena adanya intervensi oleh golongan yang diakomodasi negara," kata Ramos Petege dalam gugatan yang diajukan ke MK, Selasa (8/2/2022) lalu.

(Tribunnews.com/Rifqah/Chaerul Umam)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved