Kamis, 2 Oktober 2025

Putusan Sebelumnya Jadi Pertimbangan MK Kabulkan Sebagian Permohonan Evi Novida dan Arief Budiman

DKPP menafsirkan bahwa putusan DKPP tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun termasuk diuji ke Pengadilan TUN. 

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews/Irwan Rismawan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman (kiri) bersama Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik memberikan keterangan pers di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (24/8/2020). Evi Novida Ginting Manik kembali menjabat sebagai Komisioner KPU setelah sempat diberhentikan karena dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Tribunnews/Irwan Rismawan 

Terlepas dari permohonan a quo dapat diajkan kembali ataupun tidak, lanjut dia, namun muatan norma yang terdapat dalam Pasal 458 ayat (13) UU 7/2017 yang dimohonkan pengujian adalah muatan norma yang sama diatur dalam pasal 112 ayat (12) UU 15/2012 yaitu norma mengenai putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat.

Oleh karena itu, lanjut dia, isu konstitusional yang dipersoalkan oleh Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XI/2013 sama dengan yang dipersoalkan oleh Evi dan Arief.

Dengan demikian, lanjut dia, terhadap norma mengenai putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat telah dipertimbangkan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XI/2014. 

"Sehingga menurut Mahkamah pokok permohonan para Pemohon memiliki keterkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XI/20134," kata Suhartoyo dalam sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI pada Selasa (29/3/2022).

Sementara itu, lanjut dia, dalil para Pemohon selebihnya sepanjang masih relevan dengan substansi pertimbangan hukum yang akan diuraikan lebih lanjut oleh Mahkamah akan turut dipertimbangkan lebih lanjut pula.

Suhartoyo juga menjelaskan dalam putusan Nomor 32/PUU-XIX/2021 yang dalam hal ini diajukan Evi dan Arief, Mahkamah telah menimbang bahwa DPR telah menyampaikan keterangan yang pada pokoknya menerangkan bahwa sifat final dan mengikat putusan DKPP tidak dapat disamakan dengan putusan final dan mengikat dari lembaga peradilan pada umumnya.

Hal tersebut karena DKPP bukan lembaga peradilan namun merupakan perangkat internal penyelenggara Pemilu yang diberi wewenang oleh UU.

Walaupun putusan DKPP bersifat final dan mengikat, lanjut dia, tetapi tetap perlu ditindaklanjuti dibuat suatu produk hukum berupa keputusan pejabat TUN yang bersifat konkret, individual, dan final yang dapat menjadi objek gugatan di peradilan TUN.

Keterangan DPR tersebut, kata Suhartoyo, dibacakan dalam persidangan Mahkamah tanggal 12 Januari 2022 yang kemudian dilengkapi dengan keyerangan tertulis yang diterima kepaniteraan Mahkamah pada 3 Februari 2022.

Selain itu Mahkamah juga menimbang bahwa Presiden telah memberikan keterangan tertulis yang pada pokoknya menerangkan bahwa pengaturan dalam pasal a quo tidak membuat DKPP menjadi lembaga superior atas penyelenggara pemilu lainnya.

Hal tersebut karena sifat putusan DKPP tidaklah sama dengan final mengikat pada umumnya lembaga peradilan.

Sifat final dan mengikat putusan DKPP mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, maupun Bawaslu yang melaksanakan putusan DKPP

Sehingga, lanjut dia, mekanisme checks and balances DKPP masih tetap ada.

Keterangan tertulis dari Presiden tersebut, kata dia, diterima Kepaniteraan Mahkamah pada 4 Oktober 2021 dan dibacakan pada 5 Oktober 2021. 

Presiden, kata Suhartoyo, juga menyampaikan tambahan keterangan tertulis yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada 1 Desember 2021.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved