Jumat, 3 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Soal UU Cipta Kerja, Pimpinan DPR: Jadi Pembelajaran Agar Tak Tergesa-gesa Buat Undang-undang

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar turut merespons terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja cacat secara formil

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar saat ditemui awak media di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Cikini, Jakarta Pusat, Senin (29/11/2021). 

Lebih lanjut, Willy mengatakan dalam pembahasan perbaikan UU Cipta Kerja, DPR akan mengundang seluruh pihak.

Termasuk dari buruh, yang selama ini bertolak belakang dengan UU Cipta Kerja.

"Bukan hanya serikat buruh ya, tentu kami membuka diri seluas-luasnya dari masukan-masukan publik ya, salah satunya juga serikat terkait UMK, UMK, yang mereka bahas hari ini jadi tentu kami meminta input seluas-luasnya dari publik," katanya.

Larang Pemerintah Keluarkan Kebijakan Strategis

Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Larangan ini terkait putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat, dan harus dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun sejak putusan diucapkan pada Kamis (25/11/2021)

"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan demgan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.

MK menilai dalam pertimbangannya metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Dalam pembentukannya, Mahkamah juga menilai, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan kepada publik.

"Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat, padahal berdasarkan pasal 96 ayat 4 UU 19 tahun 2011, akses terhadap UU diharuskan untuk memudahkan masyarakat memberikan masukan secara lisan atau tertulis," kata Hakim Mahkamah

Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.

Baca juga: Menko Airlangga: Pemerintah Hormati Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja

Selain itu, Mahkamah juga menyatakan seluruh UU yang terdapat dalam UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.

Dalam putusan ini, empat hakim MK menyatakan dissenting opinion. Keempatnya yaitu Anwar Usman, Daniel Yusmic, Arief Hidayat, dan Manahan M.P Sitompul.

Putusan MK ini merujuk pada uji formil yang diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga orang mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito. Adapun uji formil tersebut tercatat dalam  91/PUU-XVIII/2020.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved