Anggota Komite I DPD RI Tegas Menolak Pasal Penghinaan Lembaga Negara RUU KUHP, Beri 3 Argumentasi
Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha dengan tegas memberikan penolakan terhadap adanya Pasal Penghinaan Lembaga Negara RUU KUHP.
Abdul Rachman pun menegaskan bahwa hukum tidak boleh memukul rata.
"Dari contoh itu bisa dilihat bahwa dalam perbuatan yang disengaja, intent bisa sama, namun motive antarmanusia bisa berbeda."
"Hukum, sekali lagi, tidak boleh memukul rata," kata Abdul Rachman dalam keterangannya keppada Tribunnews.com, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: PSI Tolak Pasal Penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU KUHP
Semua Pihak di Hadapan Hukum Sama
Menurut argumentasi kedua Abdul Rachman, semua pihak di hadapan hukum memiliki kedudukan yang sama.
Jika menggunakan azas tersebut, ketika warga bisa dipidana karena menghina lembaga negara, seharusnya ketika pejabat negara juga bisa pidana.
Apabila melakukan penghinaan terhadap warganya.
"Ketika warga bisa dipidana karena menghina lembaga negara, apakah pejabat lembaga negara juga bisa dipidana. Ketika misalnya melakukan penghinaan terhadap warganya," ungkapnya.
Baca juga: Wamenkumham: Pasal Penghinaan Terhadap Presiden dalam Draf RUU KUHP Beda dengan yang Dicabut MK
"Bayangkan pejabat yang saking emosionalnya sampai mengeluarkan hinaan terhadap warga?" tegas Abdul Rachman.
Lebih lanjut anggota Komite I DPD RI ini menuturkan jika tidak berlaku dua arah, maka sama saja azas kesamaan di hadapan hukum sudah dinihilkan.
Selain itu, hal tersebut bukanlah konstruksi hukum yang benar.
"Jika tidak berlaku dua arah, maka azas kesamaan di hadapan hukum sudah dinihilkan. Pasti, ini bukan konstruksi hukum yang benar," terangnya.
Baca juga: Soal Pasal 281 RKUHP, PWI Akan Minta ke Pemerintah Berikan Pengecualian Peraturan untuk Pers
Khawatir Instrumen Hukum Digunakan sebagai Alat Pengaman Diri
Argumentasi ketiga menurut Abdul Rachman, apabila mediasi hanya dikenakan pada konflik antar anggota masyarakat.
Namun otoritas penegakan hukum mengalami kecanggungan (bahkan meniadakan) untuk memediasi lembaga negara dan masyarakat.