Pilkada Serentak 2020
Kemendagri Nilai Pilkada Serentak jadi Upaya Perangi Covid-19 dan Dampak Sosial Ekonomi
Sekjen Kemendagri Muhammad Hudori mengungkapkan Pilkada Serentak perlu dilaksanakan sebagai upaya memerangi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkan.
Guna mencegah terjadinya penularan dan klaster baru Covid-19, telah dikeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.
Melalui PKPU tersebut beberapa kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa tidak diperbolehkan.
Misalnya, kampanye rapat umum, konser, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang diperbolehkan hanya pertemuan terbatas yang melibatkan peserta tidak lebih dari 50 (lima) puluh orang.
Artinya, protokol kesehatan itu merupakan upaya untuk mengutamakan keselamatan masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada Serentak di tengah pandemi.
Baca juga: Hasil Pengawasan Bawaslu: Kegiatan Kampanye Daring Pilkada Serentak 2020 Terus Turun
Pelanggaran Protokol Kesehatan
Sementara itu Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat setidaknya terjadi 1.315 pelanggaran protokol kesehatan (prokes) selama 40 hari giat pengawasan masa kampanye Pilkada Serentak 2020.
Mayoritas pelanggaran prokes itu ditemukan pada pelaksanaan kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas.
Teranyar, pada periode 10 hari keempat pengawasan (26 oktober - 4 November 2020) jumlah pelanggaran prokes yang ditemukan mencapai 397 kegiatan.
"Ini merupakan yang tertinggi dibandingkan 10 hari pertama hingga ketiga. Dengan demikian jumlah total pelanggaran protokol kesehatan pada 40 hari kampanye menjadi 1.315 kasus," kata Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin kepada wartawan, Sabtu (7/11/2020).
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Danang Triatmojo)