Konsumsi Masyarakat saat Pandemi, Berhemat atau Tetap Belanja? Ini Kata Pengamat Ekonomi UNS
Retno Tanding, menyampaikan soal perilaku konsumsi masyarakat di masa pandemi Covid-19.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS), Retno Tanding, menyampaikan soal perilaku konsumsi masyarakat di masa pandemi Covid-19.
Menurutnya, perilaku konsumsi dipengaruhi oleh sikap masyarakat yang optimistis atau pesimis.
Hal tersebut ia sampaikan dalam program Panggung Demokrasi di YouTube Tribunnews.com, Selasa (6/10/2020).
"Kondisi ekonomi kita saat ini tidak hanya dialami oleh kita di Indonesia, tapi hampir seluruh negara di dunia," ujarnya.
"Mau tidak mau, situasi seperti ini juga sangat tergantung pada seberapa optimis atau pesimis kelompok masyarakat untuk masa yang akan datang."
"Ketika kelompok individu pesimis, mereka akan berhati-hati dalam berbelanja."
"Kalau dia merasa optimis pasti dia enggak akan merubah perilaku konsumsinya."
"Dia akan berbelanja sesuai dengan pola yang dilakukan sekarang," jelas Retno.
Baca: Kemenkeu Perkirakan Ekonomi Minus 1,7 Persen Pada Akhir 2020
Baca: Tanggapi Pengesahan RUU Cipta Kerja, Fadli Zon: Belum Tentu Jadi Obat untuk Resesi Ekonomi
Baca: AHY: UU Cipta Kerja Bakal Ubah Ekonomi Pancasila Jadi Kapitalistik dan Neo-Liberalistik

Ia mengatakan, konsumsi masyarakat saat pandemi Covid-19 harus tetap berjalan.
Sebab, tak mudah untuk menggerakkan roda ekonomi jika benar-benar terhenti.
"Agar roda ekonomi tetap berjalan, kita harus tetap spending (membelanjakan)."
"Karena kalau roda ini benar-benar berhenti, untuk menggerakkan kembali memerlukan sumber daya jauh lebih besar," terangnya.
Baca: Bantu Perusahaan Beradaptasi dengan Iklim Ekonomi Terkini dan Mendorong Model Bisnis Baru
Baca: Wali Kota Risma Ingin Ubah Pemukiman Kumuh Nyaman Ditinggali dan Dapat Akses Ekonomi
Baca: Lukman Edy: RUU Cipta Kerja Obat Mujarab Pulihkan Ekonomi yang Minus karena Covid-19
Retno lalu menyinggung sejumlah bantuan yang diberikan pemerintah dalam program stimulus Covid-19.
"Itu juga salah satu sebab pemerintah mengeluarkan program bantuan kepada masyarakat miskin, pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta, UMKM."
"Itu sebenarnya untuk memberikan stimulus agar konsumsi ini tetap berjalan."
"Jika permintaan tetap berjalan, industri akan tetap berproduksi, tetap merangkul pegawai dan tak ada PHK," jelasnya.

Sektor Industri Paling Terdampak Pandemi Covid-19
Ia menyebut, industri menjadi sektor yang paling terdampak adanya pandemi Covid-19.
Industri pariwisata dan sejumlah transportasi publik bahkan sempat terhenti.
"Saat pandemi datang ke Indonesia bulan Maret, kemudian ada PSBB."
"Beberapa sektor industri memang mengalami dampak yang besar," ungkap dia.
"Yang pertama mengalami itu di industri pariwisata, hotel."
"Bahkan kita sempat mengalami masa pesawat tidak jalan sama sekali, kereta api juga berhenti, bus juga tak bisa jalan."
"Yang masih jalan itu kendaraan pribadi, itu pun masih dengan risiko ketakutan akan mengalami masalah kesehatan," paparnya.
Baca: Diperlukan Sinergi untuk Menyelamatkan Ekonomi Indonesia
Baca: Dirut BRIS: Sistem Ekonomi Syariah Jadi Solusi Pemulihan di Tengah Pandemi
Baca: M. Sarmuji Sebut Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Bisa Tercapai lewat UU Ciptaker

Retno lalu menyebut sektor industri lainnya yang juga terdampak pandemi Covid-19.
Menurutnya, banyak karyawan yang harus dirumahkan dan tak digaji.
"Kemudian merembet ke industri yang lain, manufaktur."
"Bahkan ada juga yang tidak digaji juga tak di PHK," ujarnya.
"Menunggu kondisi ekonomi membaik, mereka akan dipanggil kembali untuk bekerja."
"Tapi saat ini mereka tidak memperoleh gaji, tapi juga tidak masuk kerja."
"Ini beberapa situasi yang dihadapi pekerja saat pandemi Covid-19 pada ekonomi," kata pengamat UNS itu.
Baca: Arief Poyuono: UU Ciptaker Berguna untuk Hadapi Kondisi Ekonomi Pascapandemi
Baca: Tolak RUU Cipta Kerja, Serikat Pekerja: Ekonomi Tidak Dapat Pulih, Jika Pekerja Diberi Upah Murah
Baca: Airlangga Hartarto Yakin RUU Cipta Kerja Dapat Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional
(Tribunnews.com/Nuryanti)