SETARA Tegaskan Pendekatan Keamanan Bukan Solusi Konflik di Papua
SETARA Institutemenegaskan pendekatan keamanan bukanlah solusi konflik di Papua, pendekatan keamanan hanya akan menjadi api dalam sekam.
Oleh karena itu, Ikhsan melihat pemerintah pusat seharusnya mengedepankan bagaimana cara untuk memastikan rasa aman dan keamanan masyarakat Papua terlebih dahulu dalam penyelesaian konflik di Papua, mengingat warga sipil juga menjadi korban penembakan.
Upaya ini, kata dia, dapat dilakukan dengan meminta aparat dan pihak kelompok bersenjata untuk melakukan kesepakatan penghentian permusuhan (cessation of hostilities) agar dialog mencari jalan damai dapat dilakukan, sehingga korban jiwa tidak ada lagi.
Selain itu juga dapat dilakukan pendekatan kenegaraan dengan mengirimkan utusan khusus (special envoy) ke Papua untuk membangun komunikasi yang konstruktif dan menyelesaikan persoalan sampai keakar-akarnya dengan pihak-pihak terkait di Papua.
"Special envoy ini juga harus dipastikan merupakan pihak yang dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat Papua, sehingga tidak dianggap sebagai utusan yang sifatnya formalitas atau politis dari pusat. Dengan demikian, upaya menjaga Papua tetap di NKRI dapat dilakukan tanpa senjata, karena upaya-upaya ini dapat mengeliminasi kekuatan bersenjata sebagai sarana solutif, penyelesaian, atau pun pemecah masalah keamanan," imbuhnya.
Baca: Politikus PKS Sesalkan Tudingan Vanuatu Soal Pelanggaran HAM di Papua.
Baca: Usul Bentuk Tim Independen, PSI Papua Minta Kasus Penembakan Pendeta Zanambani Diusut Tuntas.
Lebih lanjut, SETARA Institute melihat daftar panjang korban jiwa dalam konflik di Papua menjadi preseden buruk terhadap tanggung jawab negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Menurut Ikhsan, upaya melindungi yang dilakukan negara seharusnya juga dengan menghadirkan penegakan hukum yang berkeadilan, pemerataan pembangunan, dan pemberantasan kemiskinan, sehingga masyarakat Papua merasa dilindungi secara komprehensif.
"Kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya tidak dapat dilakukan setengah-setengah lagi. UUD 1945 pasal 28G ayat (1) dan ayat (2) secara eksplisit telah menjamin bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan, serta berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia," tandasnya.