Jawaban KY Soal Independensi Hakim yang Disindir KPK
Komisi Yudisial (KY) angkat bicara ihwal sunatan massal hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung (MA).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) angkat bicara ihwal sunatan massal hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung (MA).
Diketahui MA sejauh ini telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) 23 koruptor sehingga hukumannya dikurangi.
Terbaru, MA menyunat masa hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang semula 14 tahun penjara menjadi 8 tahun.
Ketua KY Jaja Ahmad Jayus mengatakan pengajuan PK adalah hak terpidana dan diatur dalam Undang-undang.
Baca: KY Gelar Rapid Test dan Swab Test untuk Antisipasi Penyebaran Covid-19
Menurut dia, apabila ada putusan PK yang substansi mengurangi atau menambah hukuman adalah independensi hakim.
Namun, kata Jaja, jika ada indikasi terganggunya independensi hakim tersebut, maka berpotensi ada pelanggaran etik.
"Tentunya pengajuan PK adalah hak terpidana sesuai yang diatur dalam uu hukum acara pidana. Apabila ada putusan PK yang subtansi putusannya menambah hukuman atau ada pengurangan adalah independensi hakim. Namun apabila ada gangguan atas independensinya, misalnya faktor integritas maka berpotensi ada pelanggaran etik," kata Jaja dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).
Jaja mengatakan, selama hakim memutus sebuah perkara dengan independen, putusannya harus dihormati.
Baca: Pegawai Biro Hukum KPK Indra Mantong Batti Mengundurkan Diri
"Sekali lagi ditegaskan kalau sepanjang hakim itu independensi tidak terganggu setiap putusan hakim apapun isinya harus dihormati," katanya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango membiarkan masyarkaat menilai ihwal sunatan masal hukuman koruptor oleh MA.
"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut," kata Nawawi, Kamis (1/10/2020).
Dia mengatakan, lembaga antirasuah telah bekerja seoptimal mungkin dalam menangani perkara korupsi.
Nawawi berujar KPK tidak bisa berbuat setelah upaya hukum PK dikabulkan.
"PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK," ujarnya.
Lebih lanjut, KPK berharap MA dapar segera menyerahkan salinan putusan terhadap koruptor yang hukumannya telah dikurangi pada upaya hukum PK.
Pasalnya, ke-22 salinan putusan terhadap koruptor lainnya hingga kini pun belum diserahkan oleh MA.