Virus Corona
Perppu Covid-19 Dinilai Ikut Mengebiri UU Desa
Berlakunya UU itu dinilai menjadi omnibus law yang mengebiri sejumlah UU. Salah satunya UU Nomor 6/2014 tentang Desa.
"Kami anggap pengesahannya (UU Corona) bertentangan dengan konstitusi," jelasnya.
Menurut Yani, dalam permohonan JR kali ini pihaknya menggugat secara formil dan materil.
Dari segi formil, Yani dkk menilai pengesahan UU Corona yang bertentangan dengan konstitusi.
Misalnya, tidak melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam pembahasan yang menyangkut dana perimbangan pusat untuk daerah.
"Seharusnya DPD terlibat dalam pengesahannya (UU Corona) itu. Ini sama sekali menafikan peran DPD," jelasnya.
Sementara dari sisi materil, Yani menyebut sejumlah pasal yang digugat itu menabrak kewenangan lembaga lain.
Misal di pasal 27, membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memiliki kewenangan untuk melakukan audit. Pasal 27 itu juga membuat lembaga peradilan tidak punya taring.
"Padahal sekarang ini sudah banyak betul permasalahannya kan. Tidak bisa diaudit, tidak bisa dipidana," imbuh dia.
Gelar sidang
Sidang perkara ini digelar MK pekan lalu.
Ahmad Yani menyoroti, timeline dari pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Menurut dia, pengajuan Perppu dan Pengesahan Perppu menjadi UU tidak dapat dilakukan dalam masa sidang DPR yang sama.
"Kami berpendapat bahwa Perppu ini sesungguhnya belum waktunya untuk forum DPR memberikan persetujuan maupun forum penolakan karena masa sidang berikutnya," kata Ahmad Yani dalam sidang, Rabu (20/5/2020).
Lebih lanjut dia bilang, jika merujuk pada pasal 22 ayat (1) UUD 1945, memang menyatakan dalam ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan Perppu.
Akan tetapi, pasal 22 ayat (2) menyatakan dengan tegas, rigid, tanpa interpretasi, dan tanpa multi tafsir bahwa Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikutnya.
Seperti diketahui, Perppu 1/2020 ditandatangani Presiden pada tanggal 31 Maret dan diserahkan kepada DPR pada awal April 2020.