Komentar Aktivis Soal RUU Cipta Lapangan Kerja, Ketua Sindikasi Sebut Ada Potensi PHK Massal
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang baru dibahas menuai banyak kritikan dari sejumlah kalangan termasuk dari aktivis. Apa kata mereka?
Berdasarkan pantauannya, undang-undang yang saat ini berlaku tidak terlalu memihak beberapa kondisi perempuan.
Seperti saat haid dan hamil.
Apalagi kini dipangkas oleh Omnibus Law.
"Kita melihat di UU yang sudah ada pun masih ada kesenjangan dan kekurangan yang harusnya direvisi. Oleh pemerintah, malah dirapel di Omnibus Law," jelasnya dikutip dari Kompas.com.
"Orang hamil butuh perlakuan khusus karena tubuhnya berubah. Ini bertolak belakang dari logika industri dan investasi," tambahnya.
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga dapat berpotensi menciptakan PHK massal.
Ini diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Elena Ekarahendy.
"Potensi PHK masal. Bayangin kita sudah jadi pengungsi, kita diusir dari rumah kita sendiri, diusir dari tanah kita sendiri," katanya dikutip dari Kompas.com.
"Kemudian kita juga akan dihilangkan upaya penghidupan kita," lanjutnya.
Elena menambahkan, Omnibus Law dapat berdampak pada pengurangan upah minimum, diskriminasi, penghilangan jaminan sosial dan hilangnya sanksi pidana dalam pekerjaan.
Sebelumnya, presiden meminta kepada jajarannya untuk merampungkan RUU Omnibus Law sebelum 100 hari masa kerjanya.
"Kami menargetkan omnibus law ini selesai sebelum 100 hari kerja (Jokowi-Ma'ruf)," katanya.
Tantangan ini diterima Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Dia optimis DPR RI bisa menyelesaikan pembahasan dua RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan dalam 100 hari.
"Saya pikir apa yang disampaikan presiden (target 100 hari rampung Omnibus Law) bukan hal mustahil," kata Dasco.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Kompas.com/Sania Mashabi/ Haryanti Puspa Sari)