Jumat, 3 Oktober 2025

Komentar Aktivis Soal RUU Cipta Lapangan Kerja, Ketua Sindikasi Sebut Ada Potensi PHK Massal

RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang baru dibahas menuai banyak kritikan dari sejumlah kalangan termasuk dari aktivis. Apa kata mereka?

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM/Lusius Genik
15 ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembatalan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah masih membahas rancangan undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang termasuk dalam satu di antara Omnibus Law.

Omnibus Law adalah sebuah konsep pembentukan undang-undang utama untuk mengatur masalah yang sebelumnya diatur sejumlah UU atau satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU.

Konsep ini muncul dalam pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pelantikannya sebagai Presiden RI periode 2019-2024.

Sayangnya, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang baru dibahas menuai banyak kritikan dari sejumlah kalangan.

Beberapa aktivis berpendapat, jika RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tidak memberi kesejahteraan pada pekerja.

Seperti yang dikatakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana.

Direktur LBH Jakarta yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Arif Maulana usai konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di kantor YLBHI, Jakarta Pusat pada Rabu (23/1/2019).
Direktur LBH Jakarta yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Arif Maulana usai konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di kantor YLBHI, Jakarta Pusat pada Rabu (23/1/2019). (Gita Irawan/Tribunnews.com)

Dia berpendapat jika aturan yang ada pada RUU tersebut berpihak pada investor.

Sehingga, akan menguntungkan oligarki atau kepentingan pemerintah yang dijalankan beberapa elite.

"Konsep hukum yang menggabungkan jadi satu. Hapus revisi pasal yang dinilai menghambat investasi," kata Arif dikutip dari Kompas.com.

"Tegas dan jelas ini untuk kepentingan oligarki," jelasnya.

Arif menilai, penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja seharusnya melibatkan semua elemen, baik investor maupun masyarakat.

"Harus melibatkan masyarakat, semua stakeholder. Agar demokratis dan menguntungkan semua orang," katanya.

Hal senada diungkapkan Koordinator Perempuan, Mahardika Mutiara Ika Pratiwi, terkait kerugian yang akan dialami dengan adanya RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Ika menganggap pasal yang ada pada RUU tersebut tidak berpihak pada perempuan.

"Tidak ada satu kata pun yang menyebut perempuan sebagai tenaga kerja yang berkontribusi terhadap produksi," ungkapnya.

Berdasarkan pantauannya, undang-undang yang saat ini berlaku tidak terlalu memihak beberapa kondisi perempuan.

Seperti saat haid dan hamil.

Apalagi kini dipangkas oleh Omnibus Law.

"Kita melihat di UU yang sudah ada pun masih ada kesenjangan dan kekurangan yang harusnya direvisi. Oleh pemerintah, malah dirapel di Omnibus Law," jelasnya dikutip dari Kompas.com.

"Orang hamil butuh perlakuan khusus karena tubuhnya berubah. Ini bertolak belakang dari logika industri dan investasi," tambahnya.

RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga dapat berpotensi menciptakan PHK massal.

Ini diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Elena Ekarahendy.

"Potensi PHK masal. Bayangin kita sudah jadi pengungsi, kita diusir dari rumah kita sendiri, diusir dari tanah kita sendiri," katanya dikutip dari Kompas.com.

"Kemudian kita juga akan dihilangkan upaya penghidupan kita," lanjutnya.

Elena menambahkan, Omnibus Law dapat berdampak pada pengurangan upah minimum, diskriminasi, penghilangan jaminan sosial dan hilangnya sanksi pidana dalam pekerjaan.

Sebelumnya, presiden meminta kepada jajarannya untuk merampungkan RUU Omnibus Law sebelum 100 hari masa kerjanya.

"Kami menargetkan omnibus law ini selesai sebelum 100 hari kerja (Jokowi-Ma'ruf)," katanya.

Tantangan ini diterima Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

Dia optimis DPR RI bisa menyelesaikan pembahasan dua RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan dalam 100 hari.

"Saya pikir apa yang disampaikan presiden (target 100 hari rampung Omnibus Law) bukan hal mustahil," kata Dasco.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Kompas.com/Sania Mashabi/ Haryanti Puspa Sari)

 
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved