Komisi III DPR RI Bantah Buru-buru Rampungkan RUU KUHP
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani membantah pihaknya terburu buru dalam menyusun rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidan (RKUHP).
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani membantah pihaknya terburu buru dalam menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurutnya RKUHP tersebut sudah 4 tahun dibahas, tetapi belum kunjung rampung.
"Buru-baru itu kalau dua minggu kita bahas, udah 4 tahun gitu loh," ujar Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (4/7/2019).
Arsul Sani mengatakan pihaknya mendorong pengesahan RKUHP sekarang ini karena khawatir RKUHP tidak kunjung rampung bila kemudian pembahasannya dilanjutkan anggota DPR periode mendatang.
"Persoalan kalau tidak kita sahkan masa sidang ini, terbentuk periode baru nanti. dimulai lagi ari awal terus sampai kapan. Jangan jangan nyampe kiamat kurang satu hari, kitaengga punya karya (KUHP) sendiri, jadi bukan warisan belanda," tuturnya.
Baca: PDIP: Tidak Harus Minta Jatah Menteri, Pasti Akan Diberi yang Terbaik
Baca: Dilaporkan Pengacara Galih Atas Dugaan Hina Profesi Advokat, Nikita Mirzani Tertawa: Aji Mumpung!
Baca: Soal Dugaan Kartel Tiket Pesawat, Bos AirAsia: Jangan Ofensif
RKUHP sendiri tinggal menunggu pembahasan antara tim panja pemerintah dengan DPR.
Pembahasan tersebut kemungkinan akan dilanjut setelah masa reses 25 Juli mendatang.
Terdapat tujuh isu krusial dalam RKUHP yang akan dibahas oleh Panja pemerintah bersama DPR.
7 isu krusial itu yakni Hukum yang hidup di masyarakat yang masa sekarang ini menganut asas legalitas murni.
Yakni orang baru bisa dijatuhi hukuman pidana kalau ada perbuatan yang dilanggar yang memang diatur dalam undang-undang.
"Di RKUHP baru, akan ada aturan bahwa perbuatan yang menurut hukum setempat di daerah termasuk pelanggaran pidana adat, itu bisa saja diajukan ke pengadilan. Tapi hukumannya hukum adat. Jadi harus diatur melalui perda hukum adat," kata Arsul pekan lalu.
Isu ke dua yakni pasal pidana mati.
Dalam RKUHP yang baru pidana mati bukan lagi pidana pokok.
Karena ada dua masukan berbeda mengenai pidana mati, yakni yang ingin dihapus dan yang tetap dipertahankan, maka DPR mengambil jalan tengah, yakni bukan lagi pidana pokok.