ICJR Sesalkan Kasasi Meiliana Ditolak Mahkamah Agung
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyesalkan ditolaknya kasasi yang diajukan Meiliana oleh Mahkamah Agung (MA).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyesalkan ditolaknya kasasi yang diajukan Meiliana oleh Mahkamah Agung (MA).
Meiliana sebelumnya dijerat dengan pasal penodaan agama karena mengutarakan keluhannya kepada tetangga terkait volume pengeras suara masjid yang ada di kawasan kediamannya.
Kasus bermula ketika keluhan Meiliana tersebut dilaporkan kepada polisi pada 2 Desember 2016.
Kemudian laporan tersebut diproses secara pidana oleh kepolisian hingga akhirnya berkas dinyatakan lengkap dan masuk pengadilan.
Pengadilan Negeri Medan kemudian memeriksa perkara ini dan menjatuhkan putusan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan kepada Meiliana.
Kamis, 25 Oktober 2018 majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan yang menguatkan putusan Pengadilan Medan menyatakan bahwa Meiliana terbukti telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 156a huruf a KUHPidana.
Baca: Viral, Siswi Kunjungi Makam Ayahnya Selepas Melaksanakan Ujian Sekolah dan Tak Ikut Konvoi
"ICJR sangat menyesalkan penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung tersebut, Majelis Hakim seharusnya mampu menggali kesalahan penerapan hukum dalam persidangan di tingkat pengadilan negeri dan di tingkat banding. Penolakan Kasasi ini jelas merupakan preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama," kata ICJR dikutip dari situs resminya icjr.or.id.
Masih dikutip dari situs resmi lembaga tersebut, dalam perkara banding, ICJR telah menyampaikan pendapat hukum lewat dokumen amicus curiae yang menggambarkan beberapa fakta persidangan yang seharusnya tidak memenuhi standar hukum acara pidana.
ICJR juga mencermati kesalahan penerapan hukum dalam pemeriksaan di tingkat pengadilan negeri.
Pertama, terjadi kesalahan penerapan hukum mengenai pembuktian unsur “dengan sengaja”.
Baca: Pencuri Motor Ini Pingsan Kelelahan Dikejar Korbannya
Pasal 156a huruf a KUHP menurut ICJR mensyaratkan terbuktinya unsur dengan sengaja di depan umum mengeluarkan ucapan/perkataan mengekspresikan suatu “perasaan” yang “pada pokoknya bersifat menyatakan “permusuhan”.
Bahwa dengan sengaja yang dipersyaratkan adalah benar-benar merupakan suatu “niat yang khusus” atau tindakan yang mempunyai maksud, yakni dengan sengaja bertujuan untuk menunjukkan kata-kata atau tindakan-tindakan permusuhan terhadap agama yang dilindungi, bukan suatu bentuk-bentuk niat yang lebih lemah.
Sedari awal pemeriksaan, diketahui bahwa keluhan Meiliana terkait dengan pengeras suara masjid ditujukkan untuk mengecilkan suara pengeras masjid, yang dilakukan bukan di muka publik, melainkan kepada seorang saksi.
"Harusnya MA melihat bahwa baik Majelis Hakim PN maupun Majelis Hakim PT sama sekali tidak membuktikan unsur dengan sengaja tersebut berdasarkan penerapan hukum yang tepat," ungakap ICJR.
Baca: Pengamat: Masukan SBY Atas Bentuk Kampanye Prabowo-Sandi demi Selamatkan Konstituen Demokrat
Kedua, terjadi kesalahan penerapan hukum terkait dengan alat bukti.
Satu alat bukti yang digunakan untuk membuktikan unsur “penodaan agama” adalah Fatwa MUI.
KUHAP sendiri mengenal adanya 5 (lima) alat bukti dalam sistem hukum pidana, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan juga keterangan terdakwa.
Menurut pandangan ICJR, kedudukan Fatwa MUI dalam pembuktian kasus pidana tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kategori dari alat bukti tersebut.
Fatwa MUI menurut ICJR hanya bersifat mengikat bagi kelompok orang tertentu dan bukan merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang mengikat sebagaimana yang dikenal dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang ada pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Seharusnya MA mampu melihat bahwa dalam kasus ini terdapat kesalahan penerapan hukum terkait dengan pembuktian," ujar ICJR.
Ketiga, terjadi kesalahan penerapan hukum terkait dengan tidak terpenuhinya syarat pembuktian dalam hukum acara pidana.
Menurut ICJR, semua saksi yang memberikan keterangan tidak dapat memenuhi standar hukum acara pidana, karena keterangan yang diberikan bukan berdasarkan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Sehingga, saksi-saksi yang dihadir sama sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi hakim sebagai petunjuk untuk membuktikan unsur dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan.
"Dengan ditolaknya kasasi ini, maka MA juga tidak melihat kesalahan penerapan hukum yang nyata terkait dengan aspek penting dalam hukum acara pidana," ucap ICJR.