KPK Temukan Potensi Korupsi dalam Kebijakan Pencampuran Minyak Sawit ke BBM Jenis Solar
Menurut Dedi, awal kecurigaan KPK yakni kapasitas FAME yang tidak sebanding dengan produksinya.
Dedi mengatakan, dari hasil kajian KPK itu, EBTKE sudah memberikan respon dengan mengirimkan surat kepada KPK.
Baca: KPK Harap Kasus PT NKE Jadi Pembelajaran Bagi Korporasi Lain
Dalam hal ini Kementerian ESDM telah mengeluarkan aturan baru yakni Permen ESDM 48 Tahun 2018.
Aturan ini mengatur bahwa ada tim evaluasi yang akan memantau kontrak pengadaan FAME di lapangan untuk memastikan tidak ada kontrak FAME yang fiktif.
"Itu respons EBTKE ke kami," ujar Dedi.
Di tempat yang sama, Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, Wawan Wardiana, mengatakan prosedur impor BBM selama ini juga berbelit.
"Ini karena impor BBM disamakan dengan komoditas lainnya," kata Wawan.
Dengan skema saat ini, dari perencanaan kuota impor hingga finalisasi catatan pembukuan impor memakan waktu 100 hari atau tiga bulan.
Menurut Wawan, seharusnya impor BBM bisa lebih singkat.
Misalnya jika butuh BBM untuk beberapa hari ke depan, maka sudah bisa mendapat persetujuan dari kementerian terkait dalam waktu cepat.
"Nyatanya untuk mendapatkan rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM butuh 38 hari kerja. Ini semakin membuat tidak efektif," ujar Wawan.
"Alhasil impor yang berbelit bisa memicu pasokan BBM yang terbatas sehingga menyebabkan kelangkaan," imbuhnya.
Untuk itu KPK merekomendasikan agar Ditjen Migas memberikan sistem perizinan daring.
"Tujuannya untuk mempercepat durasi penerbitan rekomendasi kerja menjadi 10 hari kerja," pungkas Wawan.