Pemilu 2019
KPU Diminta Segera Tindaklanjuti Putusan MA
"Yang penting, biar tidak menjadikan persoalan di kemudian hari secepatnya tanggal 20 (September,-red) sudah ada DCT," ujar Abhan
"PKPU itu sudah diputus, dan putusannya untuk napi pidana. Permohonan pemohon itu dikabulkan, menjadi kembali dalam ketentuan undang-undang," kata Suhadi, Jumat (14/9/2018).
Dia menjelaskan, kedua PKPU itu dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Aturan menyebutkan “bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
"PKPU dibatalkan oleh MA, jadi undang-undang mengatur membolehkan mereka menjadi calon walau setelah 5 tahun," kata dia.
Selain itu, kata dia, materi kedua PKPU itu, bertentangan dengan Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016, yang telah memperbolehkan mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif, sepanjang yang bersangkutan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya merupakan mantan terpidana.
"Oleh putusan MK dihapuskan asalakan mengumumkan kepada publik, dan putusan MA mengembalikan kepada undang-undang, PKPU itu betentangan dengan undang-undang," tambah Suhadi.
Adapun, majelis hakim yang memeriksa permohonan ini terdiri dari tiga hakim agung yakni Irfan Fachrudin, Yodi Martono, Supandi dengan nomor perkara 45 P/HUM/2018 yang dimohonkan Wa Ode Nurhayati dan KPU sebagai termohon.