Jumat, 3 Oktober 2025

Pemilu 2019

KPU Diminta Segera Tindaklanjuti Putusan MA

"Yang penting, biar tidak menjadikan persoalan di kemudian hari secepatnya tanggal 20 (September,-red) sudah ada DCT," ujar Abhan

Tribunnews.com/Glery
KPU RI diminta segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang melarang mantan koruptor mendaftarkan diri sebagai bacaleg. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bawaslu RI, Abhan, meminta KPU RI segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang melarang mantan koruptor mendaftarkan diri sebagai bacaleg.

Baca: Jika Menang Pilpres 2019, Prabowo Jamin Kepulangan Habib Rizieq

Menurut dia, upaya tindaklanjut putusan itu harus dilakukan dalam waktu segera, karena pada tanggal 20 September 2019 merupakan waktu untuk penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) untuk Pileg 2019.

"Yang penting, biar tidak menjadikan persoalan di kemudian hari secepatnya tanggal 20 (September,-red) sudah ada DCT," ujar Abhan, ditemui di kantor KPU RI, Minggu (16/9/2018).

Jika, melihat putusan MA itu, dia menjelaskan, putusan itu dibagi ke dalam tiga klasifikasi. Klasifikasi pertama adalah bacaleg yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (DCT) dan mengajukan sengketa ke Bawaslu.

Untuk klasifikasi pertama itu, kata dia, terdapat 41 bacaleg, 3 DPD RI dan 38 DPRD kabupaten/kota yang sudah mengajukan sengketa penetapan DCS ke Bawaslu RI.

"Sudah diberikan putusan dan dalam putusan sudah memenuhi syarat. Sudah selelsai, sengketa permohonan itu sudah selesai," kata dia.

Sementara itu, klasifikasi kedua, menurut dia, bacaleg yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU RI, namun, tidak mengajukan sengketa ke Bawaslu RI.

"Oleh partai tidak pernah dicabut atau diganti. Menurut kami juga termasuk," kata dia.

Sedangkan, klasifikasi ketiga, dia menambahkan, bacaleg yang dinyatakan TMS oleh KPU. Partai politik telah melakukan pergantian terhadap bacaleg tersebut.

Menyangkut, klasifikasi ketiga ini, dia menilai, tidak ada kesempatan untuk memasukkan nama mereka di tahapan pendaftaran dan pemasukkan nama bacaleg.

"Maka itu tidak bisa, karena sudah diganti. Persoalannya kalau partai mau mengembalikan ganti lagi apakah ini masih dalam tahap penggantian atau enggak, perbaikan atau enggak," ujarnya.

Sejauh ini, dia menambahkan, belum menerima salinan putusan MA tersebut.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019.

Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan MA mengabulkan uji materi dua Peraturan KPU (PKPU) tersebut. Sehingga, mantan narapidana dalam kasus tersebut boleh mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).

"PKPU itu sudah diputus, dan putusannya untuk napi pidana. Permohonan pemohon itu dikabulkan, menjadi kembali dalam ketentuan undang-undang," kata Suhadi, Jumat (14/9/2018).

Dia menjelaskan, kedua PKPU itu dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Aturan menyebutkan “bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”

"PKPU dibatalkan oleh MA, jadi undang-undang mengatur membolehkan mereka menjadi calon walau setelah 5 tahun," kata dia.

Selain itu, kata dia, materi kedua PKPU itu, bertentangan dengan Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016, yang telah memperbolehkan mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif, sepanjang yang bersangkutan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya merupakan mantan terpidana.

"Oleh putusan MK dihapuskan asalakan mengumumkan kepada publik, dan putusan MA mengembalikan kepada undang-undang, PKPU itu betentangan dengan undang-undang," tambah Suhadi.

Adapun, majelis hakim yang memeriksa permohonan ini terdiri dari tiga hakim agung yakni Irfan Fachrudin, Yodi Martono, Supandi dengan nomor perkara 45 P/HUM/2018 yang dimohonkan Wa Ode Nurhayati dan KPU sebagai termohon.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved