MK Minta Gugatan Soal Presidential Threshold Munculkan Alasan Konstitusional Baru
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji materi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Uji materi diajukan 12 pemohon untuk menguji Pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Baca: DPR Undang Menteri Hingga Jaksa Agung Untuk Bahas Peraturan KPU
Dalam sidang yang beragendakan mendengarkan nasihat dari para hakim panel itu, Ketua Hakim Panel Saldi Isra meminta para pemohon untuk menunjukkan masalah konstitusional yang baru.
Sebab, dari 12 pemohon yang ada, Saldi mengatakan alasan-alasan yang diajukan pemohon sudah pernah diperkarakan sebelumnya.
Baca: Soal Wacana Duet JK-AHY, Bamsoet: Pendirian Golkar Tetap Dukung Jokowi
"Tadi saya juga mau menekankan satu hal untuk membuktikan alasan, sebenarnya disebut di dalam hukum acara itu adalah bukan sekedar alasan, tapi alasan konstitusional baru," ucap Saldi di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2018).
Saldi pun meminta gugatan kali ini dibuat matriks dengan gugatan sebelumnya.
Sehingga terlihat ada perbedaan alasan Konstitusional yang baru.
Baca: Bamsoet Persilakan Anggota DPR Sikapi Peraturan KPU Termasuk Niat Menggulirkan Hak Angket
"Yang untuk menjelaskan adanya perbedaan permohonan ini dan sebelumnya," ungkapnya.
Ditemui usai sidang, salah satu pemohon Titi Anggraini yang juga Direktur Perludem, mengatakan dengan adanya pasal 222 secara jelas memotong asal konstitusional dalam pengusulan presiden, berbeda dengan yang dikehendaki UUD 1945.
"Kami tegaskan ambang batas tidak dikenal dalam konstitusi kita dan bukan open legal policy," ujar Titi.
Diberitakan sebelumnya, pada Januari 2018 MK juga telah menolak uji materi tentang Ambang Batas Presiden.
Ketika itu Majelis Hakim Anwar Usman mengingatkan salah satu substansi penting perubahan UUD 1945 adalah penguatan sistem pemerintahan presidensial.
Substansi ini, kata Anwar, merupakan salah satu dari lima kesepakatan politik penting yang diterima secara aklamasi oleh seluruh fraksi yang ada di MPR tahun 1999, sebelum melakukan perubahan terhadap UUD 1945.