Kata Yusril soal Uji Materi Aturan Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Yusril Ihza Mahendra, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang menguji materi aturan pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Yusril Ihza Mahendra, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang menguji materi aturan pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Menurut dia, dalam uji materi tersebut bukan hanya menguji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu namun juga Undang-Undang Dasar 1945.
"Memang agak berat karena yang diuji bukan hanya undang-undang karena harus menguji Undang-Undang Dasar dan tidak ada mekanisme menguji UUD. MK tidak berwenang menguji itu kecuali ada amandemem konstitusi," tutur Yusril, Jumat (4/5/2018).
Menurut dia, MK bertugas menguji undang-undang. Setelah dilakukan pengujian, maka akan ditentukan apakah undang-undang bertentangan dengan konstitusi yang ada atau tidak.
"Kalau kami lihat, pasal 7 b UUD 1945 itu harafiah bunyinya sudah seperti itu," ujarnya.
Dia menjelaskan, pada prinsipnya setiap permohonan uji materi ke MK, maka akan diterima lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Untuk kemudian akan dilakukan sidang yang memutuskan menerima atau menolak.
"Menerima pasti menerima. Pasti disidangkan. Apapun yang dimohon pasti disidangkan. Kalau MK menerima atau menolak pasti di dalam sidang. Pengadilan itu pasif, ketika ada orang datang membawa perkara dia tidak boleh menolak," kata dia.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang membatasi masa jabatan wapres dan presiden hanya dua periode digugat sejumlah orang ke Mahkamah Konstitusi.
Para pemohon adalah Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi yang diwakili Abda Khair Mufti, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa yang diwakili Agus Humaedi Abdillah, dan pemohon perorangan, Muhammad Hafidz. Mereka mengajukan uji materi Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu.