Gadis Kecil Penderita Penyakit Langka Ataxia Kini Hanya Bisa Bernafas
Anisa divonis dokter di RS Fatmawati menderita penyakit langka Spinocerebellar Degeneration Ataxia atau ataxia.
"Akhirnya dia hanya bisa terbarin seperti saat ini. Bicarapun sudah tak bisa. Padahal suaranya sangat lucu. Saya kangen suara Anisa," kata Rita sedih.
Iwan, ayah Anisa, menceritakan ataxia yang diderita anaknya berawal saat Anisa menderita kejang tanpa demam pada 2010.
Ia lalu membawanya ke Puskesmas Pancoran Mas. Di sana Anisa diberi obat kejang. Namun kejangnya terus terjadi. Anisa akhirnya dirujuk ke RS Fatmawati sekitar 2011.
Setelah menjalani pemeriksaan dan beberapa kali perawatan, dokter RS Fatmawati memvonis Anisa menderita Spinocerebellar Degeneration Ataxia atau ataxia.
"Kata dokter penyakit ini langka dan belum ada obatnya. Makin lama katanya otot anak saya akan makin lemah dan kondisinya dia tak akan bisa bergerak apa-apa. Saya dan istri marah mendengar dokter bilang seperti itu. Bukankah Tuhan bilang kalau semua penyakit itu ada obatnya," kata Iwan.
Kemarahan Iwan dan istrinya Rini, bukan tanpa alasan. "Sebab Anisa cuma kejang saja, dan kalau hari biasa, sangat lincah dan sangat aktif. Jadi saya gak percaya dengan vonis dokter. Bahkan saya bilang ke dokter, kok ngomongnya seperti itu dan bukan memberi semangat," ujar Iwan.
Namun keesokan harinya, Iwan memahami vonis dokter setelah mengetahui informasi seputar Ataxia dari internet.
Apa yang dikatakan dokter pun akhirnya terjadi pertengahan 2012. Sejak itu perlahan, Anisa kehilangan semua gerak motorik dan syaraf ototnya. Sejak pertengahan 2012 Anisa hanya bisa berbaring dan tak bisa bergerak apa-apa lagi. "Cuma satu yang bisa dilakukannya yakni bernafas saja," ujar Iwan.
Iwan dan Rita kini mulai pasrah. Anak pertama mereka itu, kini sudah tak lagi dibawa ke dokter dan mengonsumsi obat kejang.
"Sudah setahun lebih Anisa tak lagi saya bawa ke dokter. Untuk obat kejang, dosisnya dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya kini tak minum obat lagi," kata Iwan yang kini hanya berjualan pulsa telepon di depan rumahnya.
Menurut Iwan penghasilannya sebulan sekitar Rp 3 Juta. Iwan mengaku, sejak awal ke Puskesmas Pancoran Mas, sampai ke RS Fatmawati, semua biaya pengobatan ditanggung Jamkesda.
Namun ia tak punya biaya untuk membawa Anisa ke RS, karena saat ini harus menggunakan taksi mengingat Anisa tak bisa bergerak apa-apa.
"Sekali berobat, harus punya uang minimal Rp 300.000. Itu untuk ongkos taksi ke RS Fatmawati. Seminggu, minimal harus berobat 2 kali," kata Iwan dengan suara parau.
Menurutnya Anisa kini sesekali menjalani pengobatan alternatif.
Walau penyakit yang dialami Anisa dikatakan belum ada obatnya, Iwan dan Rita masih tetap optimistis anaknya bisa sembuh.
"Tantenya pernah membawa Anisa ke Palembang untuk pengobatan alternatif, tapi ternyata nggak juga sembuh. Saya juga terus mencari informasi. Saya berharap ada penemuan baru dari dokter ahli soal obat penyakit ini," kata Iwan.
Dengan segala keterbatasan, Iwan berjanji akan terus mengusahakan kesembuhan Anisa.
Walaupun Iwan sendiri menderita penyakit getah bening. Karena penyakit itulah Iwan tak lagi bekerja dan hanya menjual pulsa di depan rumahnya.
"Saya bersyukur masih ada orang yang berbaik hati memberikan bantuan kursi roda untuk anak saya, walaupun saat ini kursi roda tak bisa dipakai lagi," kata Iwan.
Iwan berharap ada mukjizat yang bisa menyembuhkan Anisa. "Saya percaya mukjizat itu pasti ada, dan kami bisa merasakan pelukan Anisa lagi," kata Iwan yang diamini Istrinya Rita.(bum)